Langsung ke konten utama

the earphones are staying off.

Integrasi Industri dalam Mendukung Perencanaan dan Manajemen Agrikultura (Studi Kasus: Indonesia, Jepang, Prancis)

 

Integrasi Industri dalam Mendukung Perencanaan dan Manajemen Agrikultura

(Studi Kasus: Indonesia, Jepang, Prancis)

 

Zahra Annisa Fitri

15419031

ditulis untuk pemenuhan tugas mata kuliah Sistem Inovasi Wilayah dan Kota

 

A.         PENDAHULUAN

Diungkapkan oleh Dekan Fakultas Pertanian UGM Dr. Jamhari, pembangunan pertanian harus terintegrasi dengan agrobisnis dan bisnis-bisnis lainnya, seperti agrowisata (Agung, 2015). Hal ini dikarenakan tren agrobisnis akan terus meningkat, berbeda dengan tren agrikultur yang jika berdiri sendiri akan turun. Oleh sebab itu, pengelolaannya ke depan harus terintegrasi.

Selain persoalan fokus yang tidak bisa jika hanya agrikultur saja, terdapat pula persoalan terabaikannya potensi agrikultur. Hal ini terjadi di Bali. Kegiatan yang terfokus pada sektor pariwisata disadari telah mengabaikan potensi dan peran sektor pertanian yang selama ini menjadi basis budaya dan kehidupan sebagian besar masyarakat Bali (Anugrah dkk, 2014). Pertanian sendiri direncanakan untuk dikuatkan Pemerintah sebagai pilar perekonomian (Siaran Pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, 2021).

Dalam memperluas rantai industri, meningkatkan pendapatan petani, serta mengembangkan ekonomi agrikultur, French rural tourism ‘wisata pedesaan Prancis’ dan Japanese sixth industrialization ‘industrialisasi keenam Jepang’ terbukti memberikan efek positif. Melihat integrasi industri pertanian di perdesaan Indonesia belum berjalan dengan baik, makalah ini disusun untuk mendukung integrasi industri pertanian di perdesaaan Indonesia, baik untuk meningkatkan kesejahteraan petani maupun mengembangkan kualitas dan kuantitas hasil industri pertanian di perdesaaan Indonesia secara umum.

Rumusan persoalan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

a.  Bagaimana persoalan integrasi agrikultur di Indonesia?

b. Mengapa konsep French rural tourism dan Japanese sixth industrialization dapat mengatasi persoalan penataan agrikultur di Indonesia?

c. Bagaimana jika konsep French rural tourism dan Japanese sixth industrialization diterapkan di Indonesia?

d. Bagaimana best practices integrasi agrikultur di Indonesia jika dilihat dari Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) di Bali, Indonesia?

Makalah ini berfokus pada persoalan penataan agrikultur di Indonesia secara umum yang diusulkan untuk diatasi dengan konsep French rural tourism dan Japanese sixth industrialization, yang akan dikomparasikan dengan konsep Simantri, Bali, yang diasumsikan sebagai best practices untuk integrasi industri agrikultur di Indonesia.

Tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan bagaimana integrasi industri mampu mendukung perencanaan dan manajemen agrikultura dengan wilayah studi kasus Indonesia, Jepang, dan Prancis. Untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran dari makalah ini adalah sebagai berikut:

a.   Mengidentifikasi persoalan integrasi agrikultur di Indonesia;

b.   Menjelaskan konsep French rural tourism dan Japanese sixth industrialization dalam mengatasi persoalan penataan agrikultur di Indonesia;

c.   Menganalisis penerapan konsep French rural tourism dan Japanese sixth industrialization di Indonesia;

d.   Memaparkan best practices integrasi agrikultur di Indonesia dilihat dari praktik Simantri di Bali, Indonesia.


 

B.         IDENTIFIKASI PERSOALAN

Berdasarkan Petunjuk Teknis khususnya untuk penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), makalah ini akan memuat analisis yang dilakukan dengan mencakup aspek-aspek berikut: kedudukan dan peran daerah dalam konteks wilayah, sosial kependudukan, ekonomi wilayah, kelembagaan dan pembiayaan, serta sarana dan prasana. Dari aspek kedudukan dan peran daearah dalam konteks wilayah, diketahui bahwa masih terdapat ketimpangan antara perkotaan dan perdesaan. Dari aspek sosial kependudukan, kesejahteraan dan partisipasi petani perlu dikuatkan. Dari aspek ekonomi wilayah, kawasan pertanian dapat didorong untuk dimaksimalkan potensinya dan memberikan keuntungan ekonomi yang memberikan multiplier effect bagi ranah lainnya. Dari aspek kelembagaan dan pembiayaan, perlu ditinjau apakah kelembagaan yang terlibat telah menjalankan masing-masing perannya dengan optimal dan apakah skema pembiayaan yang terjadi saat ini sudah memadai. Terakhir, dari aspek sarana dan prasarana, perlu dipastikan apakah sarana dan prasarana yang ada telah cukup untuk pelaksanaan integrasi industri agrikultura.

Dalam ranah integrasi industri agrikultura atau pertanian, Jepang dan Perancis dapat menjadi acuan dengan konsep French rural tourism ‘wisata pedesaan Prancis’ dan Japanese sixth industrialization ‘industrialisasi keenam Jepang’ yang terbukti memberikan efek positif. French rural tourism dilatarbelakangi ketimpangan yang semakin besar pasca-Perang Dunia Kedua akibat tingginya angka urbanisasi. Oleh karena itu, perdesaan diberdayakan oleh Prancis agar ketimpangan tidak semakin parah.

Sementara itu, latar belakang Japanese sixth industrialization adalah kondisi di tahun 1990-an: pengolahan, peredaran dan konsumsi hasil pertanian Jepang semuanya dilakukan di luar daerah pedesaan. Akibatnya, petani tidak memperoleh nilai tambah dari perpanjangan rantai industri pertanian. Tenaga kerja perdesaan benar-benar hilang karena masyarakat perdesaan berbondong-bondor bermigrasi ke kota. Pendapatan petani Jepang terus menurun di abad ke-21. Pasar grosir dan supermarket memperoleh lebih banyak keuntungan dari produksi pertanian sehingga memengaruhi tingkat pekerjaan dan besar pendapatan di perdesaan. Urbanisasi ini menyebabkan pembangunan yang sangat tidak merata antara perkotaan dan perdesaan. Tekanan impor produk pertanian semakin meningkat akibat liberalisasi perdagangan. Pemerintah Jepang kemudian secara bertahap menerima konsep pembangunan sixth industrialization. Seiring dengan masyarakat yang mulai lebih memperhatikan pola makan sehat karena adanya peningkatan tingkat pendapatan negara secara keseluruhan, kebijakan pertanian Jepang berfokus pada penyediaan produk pertanian yang berkualitas dan sehat bagi konsumen untuk mempromosikan komunikasi antara produsen pertanian dan konsumen.

Berdasarkan latar belakang tersebut, terlihat bahwa terdapat kesamaan kondisi antara Indonesia dengan Jepang dan Prancis, dimulai dari adanya permasalahan urbanisasi yang meningkatkan ketimpangan, serta adanya upaya untuk mendorong pembangunan dari ranah pertanian dan perdesaan, yang menjadi keunggulan dalam adaptasi konsep-konsep tersebut di Indonesia. Selain itu, konsep French rural tourism dan Japanese sixth industrialization yang akan dijelaskan lebih lanjut di bab berikutnya merupakan konsep integrasi yang bersifat general. Artinya, meskipun terdapat sejumlah perbedaan kondisi dengan Indonesia, konsep dari Jepang dan Prancis ini tetap dapat diterapkan di Indonesia dengan menyesuaikan kondisi Indonesia.

Perbedaan yang dimaksud, yang menjadi kekurangan dari adaptasi ini, adalah fakta bahwa Jepang dan Prancis adalah negara maju, berbeda dengan Indonesia yang masih merupakan negara berkembang. Perbedaan-perbedaan antara negara maju dan negara berkembang, baik dari besar pendapatan per kapita, kondisi infrastruktur, kualitas pendidikan, hingga etos kerja dan tingkat pertumbuhan penduduk, mungkin menjadi hal yang signifikan dan dapat menghambat adaptasi French rural tourism dan Japanese sixth industrialization di Indonesia, tetapi tidak dapat dibahas dalam makalah ini.

Kendati demikian, implementasi French rural tourism dan Japanese sixth industrialization tetap dapat dilakukan dengan syarat adanya willingness atau kemauan, baik dari Pemerintah maupun masyarakat. Kemauan dari Pemerintah mencakup kemauan dalam hal membuat regulasi dan standardisasi, serta memberikan dukungan material dan nonmaterial. Dukungan material mencakup dana serta sarana dan prasarana, sementara dukungan nonmaterial mencakup pengawasan, bimbingan, serta edukasi dan sosialisasi. Kemudian, kemauan dari masyarakat mencakup kemauan dalam menjadi subjek perencanaan yang tidak hanya menerima dan menjalankan apa yang direncanakan Pemerintah, tetapi berperan aktif baik dari tahap perencanaan hingga tahap implementasi dan evaluasi.

Level kawasan untuk implementasi French rural tourism dan Japanese sixth industrialization adalah kabupaten/kota, dengan kabupaten/kota tersebut dibagi-bagi ke dalam sejumlah wilayah pengembangan (WP) atau subwilayah kota (SWK) berdasarkan industri yang dibangun yang akan menjadi integrasi industri agrikultura jika dilihat dari level kabupaten/kota. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan jika level kawasan untuk implementasi French rural tourism dan Japanese sixth industrialization adalah provinsi, dengan setiap kota/kabupaten di dalamnya diarahkan menjadi pusat industri tertentu.

Perencanaan tata ruang di Indonesia sendiri biasanya didasarkan pada visi dan kebijakan perencanaan program pembangunan strategis daerah. Sebagai contoh, pelaksanaan pembangunan daerah Provinsi Bali dalam jangka menengah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bali Tahun 2013-2018 dengan visi ”Bali Mandara” (Bali yang Maju, Aman, Damai, dan Sejahtera) Jilid II. Berbagai program diturunkan melalui visi dan kebijakan perencanaan program pembangunan strategis daerah.

Dalam merencanakan tata ruang di Indonesia, salah satu komponen kuncinya adalah partisipasi masyarakat. Peluang aspirasi masyarakat dilakukan secara teknokratik dengan pendekatan bottom-up lewat proses musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Dalam proses ini, pemangku kepentingan pemerintah dan masyarakat berdiskusi dan mencapai kesepakatan tentang kebijakan pengembangan masyarakat. Pemerintah kabupaten/kota harus menggunakan hasil dari proses musrenbang, bersama dengan rencana sektoral, untuk menghasilkan rencana pembangunan daerah dan mengalokasikan sumber pendanaan untuk melaksanakan ini. Pendanaan biasanya bersumber dari APBN, APBD, dan/atau sumber dana sah lainnya. Rencana kabupaten kemudian dipertimbangkan dalam proses musrenbang tingkat provinsi, hasil yang akan digunakan dalam rencana pembangunan provinsi, dan selanjutnya proses anggaran nasional.

Adapun stakeholder yang terlibat dalam perencanaan tata ruang Indonesia, beserta peran masing-masing stakeholder, adalah sebagai berikut:


Tabel 1. Struktur Pembagian Peran Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat

Stakeholder

Peran

Pemerintah pusat

·       Pokja nasional terkait pertanian

·       Kementerian terkait

·       Peraturan perundangan dan kebijakan nasional penyelenggaraan integrasi industri agrikultura

·       Penganggaran, monitoring, supervisi, pengembangan kapasitas, dll

Pemerintah provinsi

·       SKPD Provinsi

·       Dinas Pertanian Provinsi

·       Kelembagaan pokja terkait

·       Dukungan ke pemerintah kota/kabupaten, misal terkait koordinasi, sinkronisasi, dll

·       Pendanaan dan pemrograman di APBD

Pemerintah kota/kabupaten

·       SKPD Kota/Kabupaten

·       Dinas Pertanian Kota/Kabupaten

·       Forum pengembangan pertanian

·       Peraturan daerah

·       Kelembagaan pokja terkait

·       Dokumen strategis dan perencanaan

·       Pendanaan dan pemrograman di APBD

·       Pelaksana kegiatan penataan kawasan

·       Dukungan ke masyarakat, misal informasi kebijakan, apresiasi partisipasi, koordinasi, dll

Masyarakat dan swasta/dunia usaha

·       Perencanaan partisipatif

·       Integrasi perencanaan ke dokumen strategis dan perencanaan

·       Penguatan kelembagaan, seperti penguatan kapasitas Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dan Pemerintah Kelurahan/Desa

·       Pelaksanaan kegiatan investasi infrastruktur peningkatan kualitas tingkat komunitas

Sumber: Hasil Analisis (2022), diolah dari Perkim.id (n.d)

Kendati demikian, perlu ditinjau kembali apakah setiap stakeholder yang terlibat dalam perencanaan tata ruang Indonesia telah optimal dalam menjalankan perannya masing-masing atau ada yang masih dapat ditingkatkan.

 

C.         KAJIAN LITERATUR

a.         Konsep French Rural Tourism

Prancis adalah tujuan wisata terbesar di dunia. Wisata perdesaannya telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, dan menjadi produk wisata terbesar kedua di Prancis. Perdesaan sendiri identik dengan pertanian karena kawasan perdesaan sendiri ialah wilayah dengan kegiatan utama pertanian. Pengembangan wisata perdesaan di Prancis dimulai sejak 1970-an dengan membentuk model manajemen yang komprehensif serta sistem standar dan norma industri selama beberapa dekade. Wisata pedesaan Prancis tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pembangunan pertanian. Sebaliknya, pertanian ikut berkembang dan produksi sangat terkonsentrasi. Lewat pariwisata perdesaan, terjadi pemasaran langsung produk pertanian dan warisan budaya yang dilindungi. Pariwisata perdesaan memainkan peran penting untuk memecahkan masalah kelangsungan hidup pertanian serta mendorong pembangunan ekonomi, masyarakat, dan budaya yang berkelanjutan.

Terdapat lima hal yang dilakukan Prancis dalam French rural tourism sehingga implementasi konsep tersebut berhasil memberikan dampak positif yang signifikan. Pertama, pelestarian kearifan lokal. Pemerintah Prancis merumuskan peraturan yang ketat tentang pengelolaan wisata perdesaan. Sebagai contoh, peternakan yang menawarkan layanan makanan dan minuman harus menggunakan produk pertanian lokal dan metode memasak asli khas setempat. Penampilan pertanian juga harus sesuai dengan kebiasaan setempat, bahkan sekecil peralatan makan harus dibuat dengan bahan yang representatif. Peraturan ini menjaga keaslian dan keunikan daerah pedesaan untuk menonjolkan karakteristik pertanian dan menghindari persaingan yang homogen.

Kedua, efisiensi regulasi mandiri industri. Ada sejarah panjang tentang kerja sama antara pemerintah Perancis dan asosiasi industri di desa pariwisata yang telah dimulai sejak awal wisata perdesaan. Pihak yang berperan merumuskan aturan, tata pemerintahan, dan standar kualitas industri adalah pihak industri sendiri. The Agricultural Chambers adalah asosiasi profesional publik semi resmi yang penting antara pemerintah Prancis dan para petani. Tidak hanya membantu Pemerintah dalam memberikan pembinaan dan pelatihan kepada petani, tetapi juga menjadi perwakilan bagi petani untuk bernegosiasi dengan pemerintah.

Ketiga, sistem pemasaran yang komprehensif. Pariwisata lokal akan dipromosikan di kota-kota besar, termasuk di negara tetangga, menggunakan berbagai saluran promosi yang meliputi website, surat kabar, majalah, serta kerja sama dengan biro perjalanan agar dapat menarik lebih banyak pengunjung. Di sisi lain, komunikasi dengan pengunjung yang pernah datang juga dijaga lewat kartu keanggotaan, surat elektronik, dan layanan berkualitas tinggi.

Keempat, dukungan hukum dan regulasi. Pariwisata perdesaan Prancis selalu berada di bawah peraturan pemerintah, dan badan utama pariwisata perdesaan Prancis. Pemerintah telah merumuskan kebijakan dan pedoman umum tentang pengembangan desa wisata, sementara asosiasi industri diarahkan untuk merumuskan norma-norma industri, serta mengumpulkan data dan melaporkan analisis statistik data. Hukum dan regulasi juga meliputi perlindungan situs bersejarah dan bangunan tradisional. Peraturan dan standar yang ketat juga dibuat untuk kualitas akomodasi, yang mencakup kualitas layanan dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, undang-undang perburuhan juga menetapkan semua pekerja formal memiliki 30 hari cuti yang mendorong  mereka melakukan perjalanan saat liburan, utamanya perjalanan ke desa wisata.

Terakhir, dukungan finansial. Untuk mempromosikan pengembangan pariwisata perdesaan, Pemerintah Prancis menetapkan kebijakan perpajakan dan subsidi keuangan untuk pariwisata perdesaan. Pada tahun 1955, Pemerintah Prancis mengeluarkan rencana pemberian dukungan keuangan bagi petani untuk mempromosikan pemeliharaan dan perbaikan tempat tinggal bergaya tradisional. Rumah pertanian yang memenuhi syarat bisa mendapatkan subsidi keuangan pemerintah. Pajak pertambahan nilai untuk makanan di Prancis hanya 5,5% dan pajak pekerjaan di hotel dan restoran dihapuskan. Pemerintah Prancis juga mengalokasikan 53 juta euro untuk membangun jalan raya sebagai infrastruktur menuju atraksi wisata perdesaan dari tahun 2000 hingga 2006. Perlindungan dan pengembangan sumber daya pariwisata telah menjadi fungsi penting bagi Prancis.

 

b.         Konsep Japanese Sixth Industrialization

Japanese sixth industrialization dikemukakan pada 1990-an dan berasal dari penjumlahan 1+2+3=6 (sixth) yang merepresentasikan industri primer (1), industri sekunder (2), dan industri tersier (3). Interaksi antara ketiga industri tersebut digabungkan dan dikembangkan untuk membentuk rantai industri pertanian yang utuh melalui pengembangan terpadu produksi pertanian, pengolahan, penjualan dan jasa yang dapat memperpanjang rantai nilai ekonominya. Japanese sixth industrialization bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani lewat perluasan rantai industri pertanian dan transformasi struktur pertanian. Japanese sixth industrialization sejauh ini telah menghasilkan peningkatan daya saing produk, perluasan fungsi pertanian, dan peningkatan pendapatan petani.

Terdapat empat ciri penting dari Japanese sixth industrialization. Pertama, kerja sama yang erat antara sektor pertanian, industri, dan bisnis. Pemerintah Jepang bertujuan untuk mempromosikan pertanian dengan dukungan industri dan perdagangan berdasarkan tata pengelolaan yang relevan. Usaha kecil dan menengah dapat memanfaatkan sektor manufaktur untuk memproses produk pertanian lewat peningkatan kerja sama yang kemudian meningkatkan nilai produk secara keseluruhan. Tujuan pemerintah Jepang adalah untuk mengarahkan produsen pertanian sebagai entitas bisnis utama, bukan untuk menggabungkan pertanian dengan industri dan bisnis. Oleh karena itu, proporsi modal dalam industri dan bisnis tidak boleh melebihi 49% untuk memastikan petani dapat memperoleh hasil yang lebih banyak dari integrasi industri sehingga pendapatan mereka dapat meningkat.

Kedua, konsumsi lokal produk lokal. Inti dari Japanese sixth industrialization adalah mewujudukan konsumsi lokal produk pertanian lokal. Poin kunci pertama adalah bahwa produk lokal digunakan sebagai bahan baku daripada produk impor, dan poin kedua adalah proses pengolahan produk dilakukan di pabrik pengolahan lokal. Mulai dari pengolahan, peredaran, hingga konsumsi, semua terinternalisasi di daerah setempat.

Ketiga, inovasi teknologi dan promosi merek. Pemerintah Jepang mendorong penelitian dan pengembangan teknologi inovasi pertanian. Pemerintah Jepang juga mendorong perlindungan hak kekayaan intelektual, pengembangan bio-energi, dan penggunaan energi terbarukan di daerah perdesaan.

Terakhir, sama seperti French rural tourism, dukungan finansial. Setelah tahun 1960-an, Pemerintah Jepang terus meningkatkan investasi dalam pembangunan infrastruktur perdesaan untuk menyediakan lingkungan dasar bagi Japanese sixth industrialization. Serangkaian subsidi keuangan, termasuk subsidi tarif tetap dan subsidi proporsional, telah diterapkan oleh pemerintah Jepang. Misalnya, subsidi setengah biaya dalam pembelian peralatan dan biaya konstruksi untuk pengolahan dan penjualan produk pertanian juga diberikan ke peternakan. Selain itu, perpanjangan jangka waktu pinjaman reformasi pertanian tanpa bunga dan jumlah maksimum pinjaman juga dilakukan untuk mengurangi tekanan fiskal di perdesaan.

 

Berdasarkan penjelasan tentang konsep French rural tourism  dan Japanese sixth industrialization, diketahui bahwa pengembangan terpadu industri primer, sekunder, dan tersier merupakan pendekatan penting untuk memperluas kesempatan petani meningkatkan pendapatan, serta untuk membangun sistem industri pertanian modern (Liu & Wang, 2016). Ini juga merupakan persyaratan mutlak untuk mempercepat transformasi metode pembangunan pertanian dan mengeksplorasi modernisasi pertanian Indonesia.

Selain itu, integrasi industri pertanian juga merupakan langkah besar untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan ekonomi dan sosial. Transformasi metode pembangunan pertanian akan dipercepat dan diinovasikan secara terintegrasi. French rural tourism dan Japanese sixth industrialization telah memberikan kontribusi pada integrasi pertanian lokal, juga pada industri sekunder dan tersier pada tingkat tertentu (Yuan & Dong, 2011). Integrasi industri pertanian juga berperan penting dalam perluasan rantai industri, peningkatan pendapatan petani, dan peningkatan kesejahteraan daerah.

Sebagai tujuan wisata terbesar di dunia, pengalaman pembangunan Prancis dalam integrasi industri patut dipelajari. Sementara itu, banyak pula kesamaan dalam sumber daya geografis dan pertanian antara Indonesia dan Jepang. Oleh karena itu, pengalaman integrasi industri dari Prancis dan Jepang sangat berarti untuk mendorong integrasi dan pengembangan integrasi industri pertanian di Indonesia.

 

D.         ANALISIS

Dari pengalaman pembangunan Perancis dan Jepang, promosi pembangunan dalam integrasi industri harus menggabungkan kondisi aktual lokal dan memanfaatkan potensi lokal. Pendekatan bottom-up harus dilakukan dan multifungsi pertanian harus digalakkan. Berikut adalah komparasi antara penerapan French rural tourism dan Japanese sixth industrialization dengan penerapan Simantri di Bali, Indonesia.

 

a.         Dukungan Pemerintah dari Kebijakan Fiskal dan Manajemen Perencanaan

Baik Prancis dan Jepang telah merumuskan rencana yang sesuai untuk memandu integrasi industri perdesaan dalam perspektif strategis. Bentuk-bentuk insentif fiskal, subsidi dan pinjaman tanpa bunga dilaksanakan untuk merangsang perkembangan berbagai badan usaha. Undang-undang, peraturan, dan berbagai kebijakan terkait dirumuskan oleh pemerintah pusat untuk menjamin pengembangan integrasi industri pedesaan. Selain itu, kebijakan lokal dirumuskan untuk bekerja sama dengan kondisi yang ada untuk memandu pengembangan otonomi semua daerah perdesaan.

Simantri pada dasarnya adalah integrasi vertikal dan horizontal kegiatan usaha tani di tingkat lokal, mulai dari proses perencanaan, perumusan kebijakan hingga implementasi. Strategi yang dilakukan oleh gubernur adalah untuk mensinergikan program-program pemerintah pusat dari masing-masing kementerian yang ada, BUMN, lembaga, dan pelaku ekonomi lainnya, baik yang mempunyai kegiatan usaha di wilayah Provinsi Bali maupun bagi yang akan melakukan investasi dalam kaitan mendukung program pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemprov Bali.

Diversifikasi usaha tani juga dibangun untuk mendukung kelembagaan Simantri. Diversifikasi usaha tani secara horizontal pada dasarnya mengusahakan beberapa komoditas secara terpadu, yaitu tumpang sari tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan bahkan kehutanan (agroforestry). Sementara itu, diversifikasi usaha tani secara vertikal dilakukan dengan mengembangkan unit pelayanan sarana produksi dan lembaga keuangan mikro, melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi usahatani, serta mengolah dan memasarkan hasil dan pengolahan/pemanfaatan hasil ikutan (biourin, biogas, kompos, pakan, bioarang, asap cair, jamur, lebah madu, susu, sabun dari susu, dan lain-lain).

Konsep pertanian integrasi yang dilaksanakan melalui program Simantri di Provinsi Bali mendapat dukungan pendanaan, fasilitasi, dan komitmen politik pimpinan daerah yang begitu besar melalui kebijakan sinergisitas program strategis daerah dan penganggaran yang berkelanjutan. Gagasan program Simantri diarahkan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan petani, pengentasan kemiskinan, dan pengangguran serta keterkaitan dengan program lain dalam rangka membangun ekonomi perdesaan ke depan secara berkelanjutan.

Memang, keberhasilan dukungan pemerintah dari kebijakan fiskal dan manajemen perencanaan di Bali, Indonesia lewat program Simantri yang diasumsikan sama berhasilnya dengan Prancis yang menggunakan French rural tourism dan Jepang yang menggunakan Japanese sixth industrialization tidak dapat dipukul rata ke seluruh Indonesia. Namun, pemerintah pusat yang sama antara Bali dengan daerah lain di Indonesia memungkinkan daerah lain juga memperoleh dukungan yang sama. Pemerintah harus meningkatkan investasi dalam pembangunan infrastruktur dasar di daerah pedesaan, menstandardisasi subsidi keuangan pertanian, dan memudahkan prosedur pemodalan.

 b.         Pelestarian Kearifan Lokal

Prancis telah menetapkan peraturan manajemen yang ketat untuk menghindari persaingan akibat produk serupa. Pengembangan industri perdesaan terpadu perlu diarahkan untuk mencerminkan sejarah, budaya, dan karakteristik lokal daerah tersebut. Selain itu, ditekankan pula, misalnya di restoran, terkait penggunaan produk pertanian lokal dan metode memasak untuk mempromosikan "penjualan langsung" produk pertanian, yang sesuai dengan tujuan Japanese sixth industrialization yang menekankan "konsumsi lokal produk lokal".

Sama halnya di Bali, produk-produk Simantri seperti pupuk organik, beras, buah-buahan, dan sayuran organik dikoordinasikan dengan kebutuhan pemenuhan pupuk, kebutuhan konsumsi beras di pasar lokal, pasokan restoran, dan pegawai negeri lingkup pemprov. Beberapa hotel dan restoran diwajibkan membeli produk pertanian yang dihasilkan oleh Gapoktan Simantri. Lembaga-lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank, diminta berperan serta menyediakan pendanaan bagi usaha Simantri, di samping kerja sama inovasi teknologi yang dibuka dengan lembaga yang kompeten untuk pengembangan limbah ternak menjadi pupuk organik, biourin, biogas serta produk lain dari desa/Gapoktan Simantri.

Pada tahap penyusunan konsep Simantri, Pemprov Bali melibatkan peran Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sebagai penanggung jawab inovasi teknologi untuk mendukung pola integrasi tanaman dan ternak, termasuk muatan untuk penyusunan konsep kelembagaan (agribisnis) yang akan diintroduksikan. Dengan demikian, Simantri adalah upaya terobosan untuk mempercepat adopsi teknologi pertanian karena merupakan pengembangan model percontohan dalam percepatan alih teknologi kepada masyarakat perdesaan.

Kendati tidak disebutkan adanya persaingan homogen yang serius serta isu kesamaan  dan kemonotonan produk, pada program Simantri ditemukan persoalan terbatasnya penggalian potensi pasar dan diversifikasi usaha kelompok/gapoktan melalui motivasi ketua gapoktan atau ketua poktan. Hal ini patut dipertimbangkan secara serius menimbang beberapa desa/gapoktan yang mempunyai motivasi dan telah membangun komunikasi melalui hubungan kerja dengan relasi yang luas, telah terbukti berhasil mengembangkan kegiatan diversifikasi usaha Simantri dalam sistem agribisnis yang lebih berkembang, terutama bagi pemasaran produk Simantri yang dihasilkannya. Jika seluruh beberapa desa/gapoktan melakukan hal serupa.

 

c.          Partisipasi Aktif Petani

Di Prancis, semua pengembang pertanian dan penduduk perdesaan memiliki tingkat partisipasi tertinggi. Sementara itu, Jepang mensyaratkan bahwa bagian modal industri dan komersial tidak boleh melebihi 49% untuk melindungi kepentingan petani. Oleh karena itu, petani dapat memperoleh dividen yang diperluas dari rantai industri pertanian sehingga tingkat pendapatan meningkat.

Petani Indonesia dapat didorong untuk benar-benar berpartisipasi dalam pengembangan integrasi industri di pedesaan. Selama ini, upaya untuk mensosialisasikan dan menumbuhkan peran serta dan aspirasi masyarakat dalam pembangunan dilakukan melalui berbagai kegiatan, termasuk kegiatan simakrama atau dialog terbuka dengan seluruh lapisan masyarakat berkaitan dengan program-program pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemprov Bali. Selain upaya sosialisasi dan dialog terbuka, penting untuk memperbaiki mekanisme keterkaitan kepentingan dan mengefisienkan rantai komando dalam pertanian. Mekanisme keterkaitan mendorong masuknya modal industri dan komersial menggunakan keunggulan modal, teknologi, dan konsep manajemen untuk mendorong partisipasi produsen pertanian dalam pengembangan integrasi industri pedesaan.

Simantri sendiri telah mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya, baik secara vertikal maupun horizontal sesuai potensi masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal yang ada. Inovasi teknologi yang diintroduksikan berorientasi untuk menghasilkan produk pertanian organik dengan pendekatan ”pertanian tekno-ekologis”. Kegiatan integrasi yang dilaksanakan juga berorientasi pada usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan 4F (food, feed, fertilizer, dan fuel). Kegiatan utama Simantri adalah mengintegrasikan usaha budi daya tanaman dan ternak. Limbah tanaman diolah untuk pakan ternak dan cadangan pakan pada musim kemarau dan limbah ternak diolah menjadi biogas, biourin, pupuk organik, dan biopestisida.

Terkait bentuk kelembagaan, untuk saat ini, pengembangan pertanian di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun, yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.

 

d.         Pembentukan Sistem Swaregulasi Petani

Baik Prancis maupun Jepang telah merumuskan standar kualitas produk pertanian dan kualitas layanan secara rinci untuk memandu pengembangan standar. Di Indonesia sendiri, standar diatur menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI), salah satunya SNI 6729:2013 tentang Sistem Pertanian Organik. Workshop-workshop diadakan agar masyarakat, khususnya petani, mengetahui dan memahami  pentingnya penggunaan standar dalam setiap pengolahan pertanian.

Kendati demikian, upaya standardisasi ini juga memiliki hambatan. Tantangan dasar standardisasi adalah menyediakan kerangka kerja untuk sertifikasi nasional dan regional sambil berusaha tetap tanggap terhadap kondisi lokal (Abbas dkk, 2019). Badan-badan standardisasi juga harus mendapat akreditasi dari pemerintah.

Kekuatan sertifikasi adalah terjaminnya suatu produk karena telah memenuhi seluruh kaidah yang disyaratkan. Keuntungan yang didapatkan ada pada pihak produsen dan konsumen. Produsen memiliki posisi tawar yang lebih baik pada barang yang diproduksinya, sedangkan konsumen memiliki kepastian/jaminan terhadap barang/produk yang dikonsumsi. Namun, sertifikasi juga masih menjadi masalah yang belum terselesaikan sehingga pernyataan mengenai kualitas produk harus disampaikan langsung oleh produsen pada konsumennya.

Kendala lainnya, peluang pasar produk pertanian organik di dalam negeri masih sangat kecil. Penggunaan produk organik masih terbatas pada kalangan menengah ke atas. Hal tersebut disebabkan kurangnya informasi tentang pentingnya produk organik bagi kesehatan, tidak ada jaminan mutu, dan standar kualitas organik dan harga produk pangan organik masih tergolong mahal. Produk dari Indonesia juga belum banyak yang dapat bersaing di pasar global. Kendati demikian, potensi produk pertanian organik juga terlihat, tampak dari tren pangan organik juga mulai merambah ke rumah makan, hotel, restoran, dan catering yang menyediakan menu organik. Untuk itu, diperlukan perumusan rinci standar industri seperti hotel, restoran, hiburan dapat memberikan sarana tindakan bagi petani terkait dengan undang-undang dan kebijakan.

 

e.         Pendanaan dan Investasi

Untuk mempromosikan pengembangan pariwisata perdesaan, Pemerintah Prancis menetapkan kebijakan perpajakan dan subsidi keuangan untuk pariwisata perdesaan. Sementara itu, setelah tahun 1960-an, Pemerintah Jepang terus meningkatkan investasi dalam pembangunan infrastruktur perdesaan untuk menyediakan lingkungan dasar bagi Japanese sixth industrialization.

Dalam konsep Simantri disebutkan bahwa pada tahap awal kegiatan pendanaan program disediakan oleh Pemprov Bali dalam bentuk paket kegiatan. Paket kegiatan utama Simantri pada tahap awal meliputi pengembangan komoditas tanaman pangan, peternakan, perikanan dan intensifikasi perkebunan sesuai potensi wilayah; pengembangan ternak sapi atau kambing dan kandang koloni; bangunan instalasi biogas; bangunan instalasi biourin; bangunan pengolah kompos dan pengolah pakan; serta pengembangan tanaman kehutanan sesuai kondisi dan potensi masing-masing wilayah

Paket utama Simantri dibiayai dari dana Bantuan Sosial (Bansos) APBD Provinsi. Untuk kegiatan penunjang, termasuk dalam pengembangan infrastruktur perdesaan, pembiayaan diperoleh dari kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait di Provinsi Bali dan Pemkab/Pemkot, sesuai dengan ketersediaan dana dan program kegiatan masing-masing SKPD. Dalam jangka panjang juga diharapkan peran serta swasta dalam bentuk coorperate social responsibility (CSR). 

Dilihat dari seluruh penjelasan di atas, berikut adalah tabel SWOT dan matriks TOWS terkait integrasi industri agrikultura di Indonesia yang mengidentifikasi masalah dan potensi, baik dari pemangku kepentingan maupun dari kinerja penataan ruang selama ini.

 

Tabel 2. SWOT Integrasi Industri Agrikultura Indonesia

Strength

Weakness

·       Adanya benchmark konsep dasar Simantri yang telah sangat baik, baik dari konsep integrasi/pemaduan sektor-sektor pertanian dalam arti luas hingga konsep zero waste;

·       Potensi peningkatan produktivitas tanaman dari pola integrasi tanaman-ternak;

·       Adanya dukungan dari pemerintah, baik regulasi maupun modal materiil dan nonmateriil.

·       Rusak atau tidak berfungsinya sarana dan prasarana terkait;

·       Kurangnya jiwa kewirausahaan masyarakat;

·       Kurang taatnya masyarakat terhadap aturan atau prosedur yang telah ditetapkan;

·       Ketergantungan pada pendanaan dari Pemerintah.

Opportunity

Threat

·       Globalisasi mempermudah kolaborasi dan kerja sama dengan pihak baik di dalam maupun di luar Indonesia.

·       Globalisasi mendorong pemasaran produk lintas negara, menyebabkan produk saingan bukan hanya dari Indonesia, tetapi juga produk impor.

Sumber: Hasil Analisis (2022)

 

Tabel 3. TOWS Integrasi Industri Agrikultura Indonesia

 

Strength

Weakness

Opportunity

·       Memaksimalkan sumber daya yang ada, baik alam maupun manusia, lewat kolaborasi dengan berbagai pihak;

·       Memasukkan program ke dalam dokumen rencana.

·       Mengadaptasi benchmark yang terkait, khususnya dari negara lain, untuk dijadikan solusi.

Threat

·       Fokus produksi lokal untuk konsumsi lokal, lalu merancang strategi untuk go international memanfaatkan produksi yang meningkat.

·       Meningkatkan inovasi dan implementasinya untuk mengatasi setiap kelemahan dan ancaman yang ada.

Sumber: Hasil Analisis (2022)

 

Dapat diidentifikasi pula pemangku kepentingan yang belum optimal dan cara mengoptimalkannya, yaitu sebagai berikut:

1.         Pemerintah, baik pusat maupun daerah provinsi/kabupaten/kota, perlu mengoptimalkan perannya dalam menetapkan regulasi dan standardisasi dalam integrasi industri agrikultura; sosialisasi dan edukasi terkait regulasi dan standardisasi tersebut; dukungan pelaksanaan regulasi dan standardisasi tersebut, baik materiil maupun nonmateriil; serta pengawasan pelaksanaan regulasi dan standardisasi tersebut; dengan menggunakan pendekatan bottom-up untuk memastikan partisipasi masyarakat dan/atau kelompok pertanian terkait. Regulasi dan standardisasi yang perlu di-highlight adalah produksi dan konsumsi lokal, serta pariwisata lokal dalam kaitannya untuk mempromosikan hasil pertanian; dan

2.         Masyarakat perlu meningkatkan semangat dan kemampuan eksplorasi, kolaborasi, dan kewirausahaan, menimbang hal-hal tersebut penting dalam mewujudkan integrasi industri agrikultura; memperhatikan dan mengikuti regulasi dan standardisasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah; serta menyuarakan aspirasi dan inovasinya kepada pemerintah.

 

Melalui visi dan kebijakan perencanaan program pembangunan strategis daerah untuk “Bali Mandara”, program Sistem Pertanian Terintegrasi atau lebih dikenal dengan Simantri didukung sepenuhnya oleh Pimpinan Daerah dan dijadikan model pembangunan pertanian daerah di Provinsi Bali. Program Simantri pada dasarnya adalah integrasi vertikal dan horizontal kegiatan usaha tani di tingkat lokal, mulai dari proses perencanaan, perumusan kebijakan, hingga implementasi.

Berkaca dari Simantri, faktor-faktor yang penting untuk mewujudkan keberhasilan program tersebut adalah sebagai berikut:

1.         Komitmen pimpinan daerah dan jajarannya;

2.         Adanya jiwa kewirausahaan dan partisipasi aktif masyarakat sebagai subjek perencanaan;

3.         Dimasukkannya program tersebut ke dalam rencana pembangunan, seperti RPJMD maupun RPJM, utamanya jika program tersebut perlu didukung penguatan dan keberlanjutannya.

Dari penerapan pola sistem integrasi industri pertanian, diketahui setidaknya terdapat delapan keuntungan sebagai berikut:

1.         Diversifikasi penggunaan sumber daya produksi;

2.         Pengurangan risiko usaha;

3.         Efisiensi penggunaan tenaga kerja;

4.         Efisiensi penggunaan input produksi;

5.         Pengurangan ketergantungan energi kimia dan biologi serta masukan sumber daya lainnya;

6.         Pelestarian sistem ekologi lebih lestari dan peningkatan level keramahan lingkungan;

7.         Peningkatan output; dan

8.         Pengembangan rumah tangga petani yang berkelanjutan.

Sejalan dengan hal tersebut, program Simantri di Bali sendiri mencapai keberhasilan terciptanya usahatani produktif in situ, meningkatnya lapangan kerja melalui pengembangan diversifikasi, serta berkembangnya lembaga usaha ekonomi perdesaan yang bermuara pada peningkatan pendapatan petani. Keberhasilan-keberhasilan tersebut selaras dengan keberhasilan dari implementasi French rural tourism dan Japanese sixth industrialization.

 

E.          KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Persoalan integrasi agrikultur di Indonesia dapat dilihat dari aspek-aspek berikut: kedudukan dan peran daerah dalam konteks wilayah, sosial kependudukan, ekonomi wilayah, kelembagaan dan pembiayaan, serta sarana dan prasana. Dari aspek kedudukan dan peran daearah dalam konteks wilayah, diketahui bahwa masih terdapat ketimpangan antara perkotaan dan perdesaan. Dari aspek sosial kependudukan, kesejahteraan dan partisipasi petani perlu dikuatkan. Dari aspek ekonomi wilayah, kawasan pertanian dapat didorong untuk dimaksimalkan potensinya dan memberikan keuntungan ekonomi yang memberikan multiplier effect bagi ranah lainnya. Dari aspek kelembagaan dan pembiayaan, perlu ditinjau apakah kelembagaan yang terlibat telah menjalankan masing-masing perannya dengan optimal dan apakah skema pembiayaan yang terjadi saat ini sudah memadai. Terakhir, dari aspek sarana dan prasarana, perlu dipastikan apakah sarana dan prasarana yang ada telah cukup untuk pelaksanaan integrasi industri agrikultura.

Konsep French rural tourism dan Japanese sixth industrialization dapat mengatasi persoalan penataan agrikultur di Indonesia karena terdapat kesamaan kondisi antara Indonesia dengan Jepang dan Prancis, dimulai dari adanya permasalahan urbanisasi yang meningkatkan ketimpangan, serta adanya upaya untuk mendorong pembangunan dari ranah pertanian dan perdesaan, yang menjadi keunggulan dalam adaptasi konsep-konsep tersebut di Indonesia. Selain itu, konsep French rural tourism dan Japanese sixth industrialization merupakan konsep integrasi yang bersifat general. Artinya, meskipun terdapat sejumlah perbedaan kondisi dengan Indonesia, konsep dari Jepang dan Prancis ini tetap dapat diterapkan di Indonesia dengan menyesuaikan kondisi Indonesia. Implementasi tersebut dapat dilakukan dengan syarat adanya willingness atau kemauan, baik dari Pemerintah maupun masyarakat. Kemauan dari Pemerintah mencakup kemauan dalam hal membuat regulasi dan standardisasi, serta memberikan dukungan material dan nonmaterial. Dukungan material mencakup dana serta sarana dan prasarana, sementara dukungan nonmaterial mencakup pengawasan, bimbingan, serta edukasi dan sosialisasi. Kemudian, kemauan dari masyarakat mencakup kemauan dalam menjadi subjek perencanaan yang tidak hanya menerima dan menjalankan apa yang direncanakan Pemerintah, tetapi berperan aktif baik dari tahap perencanaan hingga tahap implementasi dan evaluasi.

Jika konsep French rural tourism dan Japanese sixth industrialization diterapkan di Indonesia, poin-poin yang perlu diperhatikan adalah (a) pelestarian kearifan lokal serta konsumsi lokal produk lokal; (b) efisiensi regulasi mandiri industri; (c) sistem pemasaran yang komprehensif lewat kerja sama yang erat antara sektor pertanian, industri, dan bisnis; (d) inovasi teknologi dan promosi merek; (d) dukungan hukum dan regulasi; dan (f) dukungan finansial. Pengembangan terpadu industri primer, sekunder, dan tersier merupakan pendekatan penting untuk memperluas kesempatan petani meningkatkan pendapatan, serta untuk membangun sistem industri pertanian modern.

Best practices integrasi agrikultur di Indonesia jika dilihat dari Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) di Bali, Indonesia, seluruh poin-poin tersebut telah tampak pemenuhannya: dukungan pemerintah dari kebijakan fiskal dan manajemen perencanaan, pelestarian kearifan lokal, partisipasi aktif petani, pembentukan sistem swaregulasi petani, serta pendanaan dan investasi. Kendati demikian, lewat analisis menggunakan matriks TOWS, diketahui strategi yang dapat digunakan untuk mewujudkan integrasi industri agrikultura Indonesia adalah dengan memaksimalkan sumber daya yang ada, baik alam maupun manusia, lewat kolaborasi dengan berbagai pihak; memasukkan program ke dalam dokumen rencana; mengadaptasi benchmark yang terkait, khususnya dari negara lain, untuk dijadikan solusi; fokus produksi lokal untuk konsumsi lokal, lalu merancang strategi untuk go international memanfaatkan produksi yang meningkat; serta meningkatkan inovasi dan implementasinya. Adapun pemangku kepentingan yang perlu dioptimalkan perannya adalah pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, dan masyarakat. Selain melihat pemangku kepentingan, diketahui pula faktor-faktor penting untuk mewujudkan keberhasilan integrasi industri agrikultura adalah komitmen, jiwa kewirausahaan dan partisipasi aktif, serta pemasukan program dalam rencana pembangunan. Jika intregasi industri agrikultura berhasil dilakukan, setidaknya manfaat yang akan diperoleh adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, peningkatan produksi dan hasil olahan komoditas, serta pengembangan ekonomi wilayah.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, B., Kesaulija, H., Hidayat, G., Alua, I., Sawaki, M., Rumbewas, L., ... & Rumi, B. (2019). Sistem-Sistem Pertanian dalam Perspektif Ekosistem.

Agung. (2015). Pembangunan Pertanian Harus Terintegrasi. Diakses dari https://www.ugm.ac.id/id/berita/10823-pembangunan-pertanian-harus-terintegrasi.

Anugrah, I. S., Sarwoprasodjo, S., Suradisastra, K., & Purnaningsih, N. (2014). Sistem pertanian terintegrasi–simantri: konsep, pelaksanaan, dan perannya dalam pembangunan pertanian di provinsi bali.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. (2021). Siaran Pers Pertanian sebagai Pilar Perekonomian dan Menguatkan Ekonomi Umat. Diakses dari https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3553/pertanian-sebagai-pilar-perekonomian-dan-menguatkan-ekonomi-umat.

Liu, G. B., & and Wang, L.N. (2016). Experience and Enlightenment of the Development of Rural Industrial Integration in Japan and South Korea. Jou. Har. Uni. Com, vol.151 pp. 46-52.

Perkim.id. (n.d). Amanat Undang- Undang untuk peran Stakeholder dalam RP2KPKP. Diakses dari https://perkim.id/rp2kpkp/amanat-undang-undang-untuk-peran-stakeholder/

Yuan, J.W. & Dong, X. (2011). The Narrowing Experience & Enlightenment of the Urban and Rural Residents Income Gap in East Asia. Journal of Zhengzhou Institute of Aeronautical Industry Management, vol.29 pp. 106-108.

Zhu, J., & Lin, N. (2018, September). The Experience and Enlightenment of the Integration of Rural Industries from France and Japan. In 2018 4th International Conference on Social Science and Higher Education.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[INFO] Baca Detective Conan Online Berbahasa Indonesia di mana ya?

Holaa~ Miichan balik lagi~ Kali ini, Miichan mau kasih info tentang dimana kita bisa baca komik Detective Conan Indonesia online. Mungkin sudah banyak yang tahu dan ini udah umum banget. Tapi nggak ada salahnya Miichan post. Berikut adalah 3 situs yang Miichan rekomendasikan. Pertama, di  mangacanblog.com . Di sini bukan cuma Detective Conan. Masih banyak lagi manga yang ada di sini yang dapat kita baca online. Ini adalah situs manga online yang pertama kali Miichan tahu dan pertama kali Miichan buka. Ke dua , di  komikid.com . Di sini juga cuma bukan Detective Conan, tetapi bercampur dengan yang lain. Di ke dua situs ini cukup lengkap dan chapter nya selalu diperbarui jika sudah terbit ^^ Bagi penggemar manga  yang tidak hanya suka sama Conan, mungkin lebih cocok sama dua situs di atas karena bercampur dengan manga  yang lain, juga chapter nya selalu diperbarui. Tapi bagi yang suka manga Detective Conan saja seperti Miichan, Miichan lebih suka ke  cona...

Download Digimon Adventure 01 (1 - 54 [END]) Subtitle Indonesia

Minna, ohayou! Kesempatan kali ini, Miichan ingin membagikan link   download  untuk anime   Digimon , tepatnya yang season  1, yaitu Digimon Adventure 01. Apa kalian pernah dengar? Mungkin untuk 'Digimon' keseluruhan ( yang mencakup 7 season ) kalian pernah mendengar atau malah menontonnya. Terlebih lagi Digimon Xros War ( Miichan kurang tahu itu season ke berapa ) saat ini tengah ditayangkan di Indosiar. (Baca juga yuk >>  Apa Itu Digimon? ) Tetapi, Digimon Adventure 01 adalah season paling pertama yang mungkin tidak begitu terkenal lagi sekarang. Meskipun begitu, setelah Miichan survei, banyak penyuka Digimon yang mengaku season inilah yang paling seru, bersama dengan Digimon Xros War. Dahulu, season ini juga ditayangkan di Indosiar. Sekitar 6 - 7 tahun yang lalu kalau tidak salah, saat Miichan masih kelas 2 - 3 SD '-' Menurut Miichan, rating  Digimon Adventure 01 ini K+. Genre nya adalah adventure , friendship , dan fantasy . Di Digimon Adve...

[Mitos] Rahasia Minmie

Konban wa~ Miichan lagi melihat-lihat artikel terbaru dari blog yang Miichan ikuti di beranda  blogger.com  dan menemuka artikel ini bersumber dari  sini . Nee , awalnya Miichan juga terkejut membacanya mengenai Minmie. Siapa yang tidak tahu Minmie coba? Miichan yakin semuanya pasti tahu. Banyak pernak-pernik, aksesoris, dan barang-barang yang berhiaskan atau ber cover  karakter kawaii  yang satu ini. Tapi dibalik ketenaran dan kecantikannya ini, apa banyak yang tahu misteri dibalik karakter ini? Apa kalian pernah berpikir kenapa mata Minmie selalu merem? Apa dia punya eyesmile kah? Dan kenapa lidahnya melet sedikit?