- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Istilah “Industri 4.0” sudah sangat umum. Semua bermula sejak awal 2018, diikuti dengan sosialisasi dari Kementerian Perindustrian tentang rancangan “Making Indonesia 4.0”.
Namun, istilah Society 4.0 ‘Masyarakat 4.0’ tidak sama populernya dengan Industri 4.0. Justru, istilah ‘Masyarakat 5.0’ lebih dahulu terdengar — setidaknya untuk saya — setelah Perdana Menteri Jepang dalam Forum Ekonomi Dunia menyatakan visi mengenai hal tersebut.
Akan tetapi, tentu Masyarakat 5.0 tidak akan ada tanpa Masyarakat 4.0, sementara Masyarakat 4.0 tidak akan ada tanpa Masyarakat 3.0, dan begitu seterusnya. Oleh karena itu, mari kita mulai kelas singkat mengenai sejarah masyarakat modern.
Masyarakat 1.0 lahir ketika manusia pertama hadir. Kata kuncinya adalah berburu. Kehidupan nomaden demi mempertahankan keberlangsungan hidup itu lama-lama bergeser seiring kemampuan memasak dan melindungi diri meningkat. Muncullah Masyarakat 2.0 yang disebut sebagai era pertanian sekitar 13.000 tahun sebelum Masehi.
Jika melihat sejarah perkembangan Masyarakat 1.0 hingga 5.0, jeda antara yang ke-2 dengan ke-3 memang cukup lama. Kemajuan baru kembali terjadi setelah Revolusi Industri pada tahun 1.800-an. Saat Industri 1.0 dan Industri 2.0 terjadi, manusia menyongsong kehidupan Masyarakat 3.0.
Kemudian, tercipta Masyarakat 4.0 dengan dua kata kunci: informatif dan kreatif, bersamaan dengan Industri 3.0 sekitar tahun 1960-an. Saat itu, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang. Manusia mulai mengenal komputer hingga internet sehingga perolehan informasi semakin cepat. Pesatnya aliran data mulai menghapus jarak ruang dan waktu antarmanusia. Pada era Masyarakat 4.0, industri berlomba-lomba membangun produk yang mempermudah manusia memperoleh informasi.
Bagaimana dengan kondisi saat ini? Tentu saja infomasi sudah jauh lebih mudah didapatkan. Hanya menggunakan tangan tanpa menggerakkan badan, berbagai informasi dapat dengan mudah kita lahap. Dampak-dampak buruk pun sebenarnya bermunculan dengan kemudahan ini, salah satunya kehadiran era disrupsi. Namun, pokoknya — gaulnya, sih, “valid no debat ya” — kemudahan informasi adalah sebuah kemewahan yang menjadi biasa saat ini.
Akan tetapi, kita tidak bisa berhenti begitu saja menjadi Masyarakat 4.0. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Masyarakat 4.0 hadir bergandengan dengan Industri 3.0, sementara saat ini kita telah menyambut Industri 4.0. Oleh karena itu, Masyarakat 5.0 pun sepatutnya kita biasakan sebagai upaya beradaptasi dengan perkembangan industri.
Yang menjadi pembeda utama antara Masyarakat 4.0 dan 5.0, menurut saya, adalah bagaimana kita memandang teknologi yang ada. Pada Masyarakat 4.0, teknologi adalah sebuah objek, sementara Masyarakat 5.0 mulai melihatnya sebagai subjek. Sebenarnya, Masyarakat 5.0 sendiri adalah penyempurnaan dari Masyarakat 4.0. Jika dahulu teknologi hanya digunakan untuk berbagi informasi, kini teknologi digunakan untuk membantu kehidupan manusia sehari-hari. Bukankah penggunaan robot untuk membantu membersihkan rumah, menyajikan makanan di restoran, dan lain-lain sudah banyak kita jumpai?
Namun, yang harus kita garis bawahi bukanlah sudah secanggih apa teknologi saat ini. Teknologi bisa jadi terus tumbuh dan dewasa, tapi apakah kita sebagai manusia mampu mengikuti pertumbuhan dan pendewasaan tersebut? Jangan sampai adegan yang sering muncul di film-film itu benar-benar terjadi — ya, bagaimana robot menguasai Bumi, atau mungkin imajinasi saya saja yang terlalu liar.
Intinya, kita harus ikut berkembang sebagaimana teknologi dan industri terus dikembangkan. Perkembangan yang dilakukan pun tidak bisa lagi bersifat individual, melainkan komunal alias bersama-sama. Ada tiga hal yang harus kita pupuk seraya bergandengan tangan, yaitu collective consciousness, collective wisdom, dan collective action.
Pertama, collective consciousness atau peningkatan kesadaran massal, baik tentang kondisi saat ini maupun berbagai perubahan dan ketidakpastian yang akan datang. Kedua, collective wisdom atau pembelajaran kolektif— yang lahir dari kesadaran tersebut — untuk beradaptasi dari waktu ke waktu. Terakhir, collective action atau tindakan bersama-sama untuk meningkatkan kualitas diri dan lingkungan demi mencapai tujuan bersama. Tindakan ini mengarah pada konsep co-creation, yaitu strategi yang menekankan pada penciptaan terus menerus dan berkelanjutan.
Akhir kata, sebenarnya lingkungan telah membentuk kita sebagai Masyarakat 4.0 tanpa kita sadari. Bahkan, bisa jadi kita pun telah beradaptasi menjadi Masyarakat 5.0 seiring Industri 4.0 hadir di usia muda kita. Sayangnya, perkembangan teknologi itu tidak akan berhenti, bahkan mungkin tidak terhenti. Di penghujung hari, mungkin yang bisa kita lakukan hanya mengutip kata-kata Germany Kent,
“Don’t live the same day over and over again and call that a life. Life is about evolving mentally, spiritually, and emotionally.”
Kita harus terus berkembang, merekah, meruak; seperti itu tanpa muak.
— — —
meruak (n) meluas; bertambah lebar; terbuka; mengembang.
— — —
Ditulis untuk memenuhi tugas Orientasi Studi Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota ITB 2019. Telah dipublikasikan di Medium.
Referensi
[1] Hendarsyah, D. (2019). E-Commerce Di Era Industri 4.0 Dan Society 5.0. IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita, 8(2), 171–184.
[2] Sandi, R.T. (2020, 9 Juni). Perkembangan Society 1.0 Hingga Society 5.0. Diakses dari https://sis.binus.ac.id/2020/06/09/perkembangan-society-1-0-hingga-society-5-0/, pada 7 Agustus 2020.
keren
BalasHapusTerima kasih ^^
Hapus