- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Fase Tahap Paling Bahagia sudah selesai dan waktu terus bergulir. Sebenarnya saya senang-senang saja menyudahi masa TPB; menyudahi masa saya menjalin hubungan love-hate dengan mata kuliah matematika, fisika, dan kimia; tetapi ada hal lain yang membuat saya semakin senang menyudahi masa TPB.
Peluang saya untuk berkembang semakin besar.
Sebenarnya di tingkat berapa pun, peluang untuk berkembang itu ada. Hanya saja, jika dibandingkan dengan tahun pertama, saya sudah tidak buta lagi dan mungkin lebih mampu memantapkan hati memilih wadah mana untuk berkembang. Seperti yang pernah saya dengar saat Online Onderwijs, "ITB itu seperti pasar malam, wahananya banyak sekali," dan sampai sekarang saya masih meyakini hal tersebut.
Saat ini, saat saya menggarap tulisan ini, saya hanyalah anggota biasa dalam Keluarga Mahasiswa ITB alias KM ITB. Partisipasi saya sebatas ikut serta dalam proyek yang tengah diberlangsungkan Kemenkoan Karya Inovasi Kabinet Arunika KM ITB, juga menjadi anggota di beberapa unit—anggota Divisi Redaksi Majalah Boulevard ITB, anggota Divisi Bahasa Unit Kebudayaan Jepang ITB, serta anggota Departemen Propaganda Annisaa Keluarga Mahasiswa Islam ITB. Beberapa kepanitiaan pusat juga pernah saya ikuti. Misalnya, menjadi komandan pasukan untuk kegiatan Aku Masuk ITB 2020, serta menjadi anggota Divisi Pengolahan Data dan Metode Terpusat Appreciation Night ITB 2020.
Chaos? Pada kebanyakan waktu, iya. Akan tetapi, hal tersebut sepadan dengan banyaknya perkembangan yang saya rasakan. Hard skill, misalnya, karena saya kebanyakan berpartisipasi dalam kegiatan tulis-menulis, sepertinya kemampuan menulis saya semakin terasah walaupun saya tahu saya masih harus banyak belajar. Di sisi lain, soft skill saya juga ikut berkembang. Tiga yang paling terasa adalah kemampuan memanajemen waktu, kemampuan memimpin, serta kemampuan berkomunikasi.
Perkembangan lainnya yang saya rasakan tentu saja perkembangan lingkaran relasi saya selama berkuliah. Di awal-awal semester 1 dulu saya hanyalah mahasiswa shy shy cat yang mungkin berjalan sendirian menuju indekos. Di pertengahan semester 2, di penghujung perkuliahan tatap muka sebelum pandemi menyerang, terkadang saya masih berjalan sendirian, tetapi setidaknya ada saja orang untuk disapa sepanjang perjalanan.
Akhir kata, perjalanan saya tentu saja masih panjang. Sekurang-kurangnya masih ada tiga tahun lagi sebelum saya angkat kaki dari kampus gajah duduk tersebut, sebelum saya menyudahi ke-chaos-an hari-hari saya sebagai anggota KM ITB. Namun, dalam tiga tahun tersebut, saya akan mencoba untuk terus mengembangkan diri dan memberikan kontribusi bagi wadah tempat saya bernaung itu. Misalnya, semakin aktif di unit dan kepanitiaan, dan.. tentu saja di himpunan—nanti, seandainya saya berhasil melewati sepak terjang orientasi studi jurusan. Apakah dengan itu kehidupan saya sebagai mahasiswa akan semakin chaos? Entahlah, tapi saya percaya dengan kata-kata Imam Syafi'i,
"Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan,"
dan saya percaya bahwa KM ITB adalah salah satu wadah yang tepat untuk saya mengembangkan diri melalui berbagai "wahana"nya.
Komentar
Posting Komentar