- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
"Katanya Institut 'Teknologi', kok teknologi buat ujian online aja susah?"
Satire itu mesti aku—dan kampus kesayanganku—telan bulat-bulat di awal masa pembelajaran jarak jauh. Aku mengulum senyum pahit. Sudahlah server situs ujian tidak kuat menahan ̶r̶i̶n̶d̶u̶ trafik yang membludak, tiba-tiba dilempar kalimat tanya tak bertanya seperti itu.
Di lain waktu, seseorang kembali berkata, "Mahasiswa Universitas Terbuka pasti tertawa melihat kalian kalang kabut seperti itu."
Aku tertawa, getir. Ya, setelah tiga empat bulan situasinya membaik, sih. ITB berhasil mengembangkan Edunex sebagai andalan selama UAS berlangsung. Bahkan, kakak-kakak panitia ̶D̶i̶k̶l̶a̶t̶ ̶T̶e̶r̶p̶u̶s̶a̶t̶ Online Onderwijs juga berhasil berkolaborasi dengan Mounev sehingga pendidikan dan pelatihan terpusat terselenggara dengan baik (webinarnya bisa untuk ribuan orang sekaligus, cuy!).
—tunggu, tunggu. Berarti.. di situ poinnya!
Pandemi memaksa kita untuk beradaptasi. Pada akhirnya, sistem terus diperbaharui dan mengantarkan kita pada titik ini. Publikasi oleh Christianna, 2020 juga menyatakan pandemi memaksa terjadinya disrupsi pendidikan. Spektrum pembelajaran berbasis dalam jaringan mungkin telah digagas sejak dekade silam, tetapi realisasinya ternyata menunggu hadirnya perang melawan virus.
Bagaimana pun, situasi kritis selalu menjadi motivasi kuat untuk menggerakkan manusia. Perang, misalnya. Setelah Perang Dunia II, terjadi perubahan besar-besaran dalam kehidupan masyarakat bertani Jepang. Mereka berhasil mentransformasikan keadaan dari sangat terbelakang menjadi maju dan modern. Akibatnya, rasio gini yang ada semakin mengecil, menandakan ketimpangan semakin rendah.
Serupa dengan dua negara adidaya di masa tersebut, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Tepatnya semasa Perang Dingin, mereka mati-matian memantapkan kekuatan militer dan persenjataan. Singkatnya, terjadi pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang signifikan di masa-masa kritis.
Sama halnya dengan situasi saat ini, hadirnya virus mungil tersebut menuntut kemajuan infrastruktur digital Indonesia. Hal ini memungkinkan percepatan pembangunan konektivitas hingga ke desa-desa melalui penuntasan infrastruktur telekomunikasi. Selain itu, yang tidak kalah penting, pandemi mendorong tumbuhnya platform dan aplikasi lokal yang memberdayakan beragam sektor, termasuk pendidikan. Sederhananya, pandemi Covid-19 menjadi momen yang tepat untuk transformasi pendidikan digital.
Mungkin harga yang perlu dibayar melalui pandemi terlalu mahal untuk "sekadar" transformasi pendidikan. Namun, di balik kerumitan yang menerpa para pemangku kebijakan, sistem pendidikan akhirnya bisa ditarik maju hingga sepuluh, bahkan dua puluh tahun lebih awal.
Memang, tidak dapat dipungkiri ada banyak kerugian yang diakibatkan oleh perang melawan Coronavirus. Namun, bukan berarti tidak ada imbas baik sama sekali dari kunjungan virus ini. Kita harus berani memandang dari kacamata yang berbeda dan menjadikannya urgensi agar kita berhenti menjebak diri dalam simalakama pandemi.
Nama: Zahra Annisa Fitri
Fakultas: SAPPK-G
NIM TPB: 19919106
Kelompok: 34
#BerpikirSebelumBerpendapat
#OSKMITB2020
#TerangKembali
Referensi
Satire itu mesti aku—dan kampus kesayanganku—telan bulat-bulat di awal masa pembelajaran jarak jauh. Aku mengulum senyum pahit. Sudahlah server situs ujian tidak kuat menahan ̶r̶i̶n̶d̶u̶ trafik yang membludak, tiba-tiba dilempar kalimat tanya tak bertanya seperti itu.
Di lain waktu, seseorang kembali berkata, "Mahasiswa Universitas Terbuka pasti tertawa melihat kalian kalang kabut seperti itu."
Aku tertawa, getir. Ya, setelah tiga empat bulan situasinya membaik, sih. ITB berhasil mengembangkan Edunex sebagai andalan selama UAS berlangsung. Bahkan, kakak-kakak panitia ̶D̶i̶k̶l̶a̶t̶ ̶T̶e̶r̶p̶u̶s̶a̶t̶ Online Onderwijs juga berhasil berkolaborasi dengan Mounev sehingga pendidikan dan pelatihan terpusat terselenggara dengan baik (webinarnya bisa untuk ribuan orang sekaligus, cuy!).
—tunggu, tunggu. Berarti.. di situ poinnya!
Pandemi memaksa kita untuk beradaptasi. Pada akhirnya, sistem terus diperbaharui dan mengantarkan kita pada titik ini. Publikasi oleh Christianna, 2020 juga menyatakan pandemi memaksa terjadinya disrupsi pendidikan. Spektrum pembelajaran berbasis dalam jaringan mungkin telah digagas sejak dekade silam, tetapi realisasinya ternyata menunggu hadirnya perang melawan virus.
Bagaimana pun, situasi kritis selalu menjadi motivasi kuat untuk menggerakkan manusia. Perang, misalnya. Setelah Perang Dunia II, terjadi perubahan besar-besaran dalam kehidupan masyarakat bertani Jepang. Mereka berhasil mentransformasikan keadaan dari sangat terbelakang menjadi maju dan modern. Akibatnya, rasio gini yang ada semakin mengecil, menandakan ketimpangan semakin rendah.
Serupa dengan dua negara adidaya di masa tersebut, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Tepatnya semasa Perang Dingin, mereka mati-matian memantapkan kekuatan militer dan persenjataan. Singkatnya, terjadi pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang signifikan di masa-masa kritis.
Sama halnya dengan situasi saat ini, hadirnya virus mungil tersebut menuntut kemajuan infrastruktur digital Indonesia. Hal ini memungkinkan percepatan pembangunan konektivitas hingga ke desa-desa melalui penuntasan infrastruktur telekomunikasi. Selain itu, yang tidak kalah penting, pandemi mendorong tumbuhnya platform dan aplikasi lokal yang memberdayakan beragam sektor, termasuk pendidikan. Sederhananya, pandemi Covid-19 menjadi momen yang tepat untuk transformasi pendidikan digital.
Mungkin harga yang perlu dibayar melalui pandemi terlalu mahal untuk "sekadar" transformasi pendidikan. Namun, di balik kerumitan yang menerpa para pemangku kebijakan, sistem pendidikan akhirnya bisa ditarik maju hingga sepuluh, bahkan dua puluh tahun lebih awal.
Memang, tidak dapat dipungkiri ada banyak kerugian yang diakibatkan oleh perang melawan Coronavirus. Namun, bukan berarti tidak ada imbas baik sama sekali dari kunjungan virus ini. Kita harus berani memandang dari kacamata yang berbeda dan menjadikannya urgensi agar kita berhenti menjebak diri dalam simalakama pandemi.
Nama: Zahra Annisa Fitri
Fakultas: SAPPK-G
NIM TPB: 19919106
Kelompok: 34
#BerpikirSebelumBerpendapat
#OSKMITB2020
#TerangKembali
Referensi
- Atmoko, B.D. (2020, 26 Juni). Pandemi Covid-19 Jadi Momen untuk Transformasi Pendidikan Digital, diakses dari https://gizmologi.id/news/pandemi-covid-19-jadi-momen-untuk-transformasi-pendidikan-digital/, pada 20 Juli 2020.
- Christianna, A. (2020). Pandemi Mendorong Percepatan Terwujudnya Society 5.0. Universitas Kristen Petra.
- Fahdoni, A. F. (2015). Perubahan Kehidupan Masyarakat Petani Jepang Setelah Perang Dunia II. Universitas Sumatera Utara.
- Murtamadji, M. (2008). Gagalnya Perang Antara Amerika dan Uni Soviet (PD II) di Era Perang Dingin Sekalipun Kedua Negara Adidaya Saling Bersaing Persenjataan dan Terlibat dalam Berbagai Konflik regional di Belahan Bumi. Humanika, 8(1).
- Rahman, Arif. (2020, 27 Juni). Indonesia Perlu Kebut-kebutan dalam Membangun Ekosistem Infrastruktur Digital, diakses dari https://cyberthreat.id/read/7298/Indonesia-Perlu-Kebut-kebutan-dalam-Membangun-Ekosistem-Infrastruktur-Digital, pada 20 Juli 2020.
wah insightfull sekali, mbak:)
BalasHapusIya Mas :)
HapusWaaahhh kak, maba atau semester atas ya ? Mau ngobrolin bareng gitu soal kkn online , mungkin ITB jg memberlakukan hal itu ?
BalasHapusSaya tingkat dua, Mas/Mbak, mohon maaf belum merasakan hal tersebut 🙏🏻 Terkait KKN, mungkin jawaban Quora ini bisa membantu: https://qr.ae/pNSC8i. Terkait KKN online, seyogianya mata kuliah tersebut juga beradaptasi dengan kondisi pandemi, tapi saya belum mengetahui hal tersebut lebih detail..
Hapus