- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Beberapa waktu yang lalu, Miichan bersama teman-teman Miichan: Angga, Aqsal, Fadhiil, Fatkhi, Fauzan, Fira, Ica, Isra, Nadila, Riri, dan Trisa tergabung dalam satu kelompok diskusi. Nah, kami berdua belas terbagi atas dua tim yang setelah itu saling berdebat. Masalah yang kami ambil adalah tentang ibu yang bekerja di luar rumah.
Rasanya berdebat itu.. bagaimana, ya? Gemetaran gitu (>w<) Apalagi kami latihan kurang dari satu jam, kecuali moderator yang sejak seminggu sebelumnya udah dilatih. Pokoknya, terima kasih untuk pengalama debat yang seru itu :D
Nah, kesempatan kali ini, Miichan ingin berbagi teks diskusi yang akhirnya menjadi tugas terakhir kami setelah berdebat. Semoga teks ini bermanfaat dan membantu teman-teman dalam mempelajari teks diskusi, ya! (^^)
Sebagian orang mendukung fenomena ini, tetapi sebagian lainnya menolak. Sebab itulah, peristiwa ibu yang bekerja di luar rumah acap kali menuai perdebatan.
Masyarakat yang mendukung ibu untuk bekerja di luar rumah memiliki berbagai alasan. Salah satunya karena ibu yang bekerja di luar rumah dapat menambah penghasilan, sehingga meringankan beban ayah. Terlebih lagi jika situasi memaksa, seperti ibu yang merupakan single parent, juga bila ayah tak bekerja atau sakit-sakitan. Bisa pula dikarenakan oleh kondisi penghasilan ayah yang tidak mencukupi. Selain itu, banyak pendapat mengatakan apabila ibu bekerja meski ayah pun bekerja, ibu menjadi lebih pengertian karena mengetahui sulitnya mencari nafkah.
Di samping itu, seandainya ibu berpendidikan tinggi, sungguh disayangkan jika ilmunya tidak diterapkan. Salah satunya dengan bekerja di luar rumah. Ini semakin didukung dengan tak adanya larangan hukum maupun agama yang secara jelas menentang ibu untuk bekerja, ditambah pula dengan maraknya persamaan gender di masa ini.
Andai pun itu merupakan inisiatif ibu sendiri, tak masalah asalkan ia mampu menyeimbangkan kedua tugasnya, yaitu sebagai seorang ibu dan pekerja. Sang ayah pun harus rela dan memberi izin kepada ibu. Terkadang, ibu yang bekerja di luar rumah justru lebih mahir dalam memanajemen waktu bila ia mengerti benar akan tugas-tugasnya.
Namun, tidak demikian bagi masyarakat yang menolak. Mereka beralasan bahwa waktu yang dimiliki ibu untuk berkeluarga pasti berkurang akibat pekerjaan. Lebih lagi, ibu tersebut bisa dicap sebagai ibu yang buruk bila keluarga justru terlantar karena ibu tidak mampu mengatur waktu dengan baik. Rumah tangga pun menjadi tak terurus, ditambah anak yang dapat berperilaku bebas dan menjadi nakal karena kurang diperhatikan.
Memiliki asisten rumah tangga mungkin menjadi solusi, namun keberadaan asisten rumah tangga sebagai pengganti ibu di rumah tidak selalu berdampak baik. Sering ditemukan anak yang pada akhirnya menjadi lebih dekat dengan sang asisten dibanding dengan ibunya sendiri. Selain itu, sudah menjadi kebiasaan di Indonesia bahwa ibu harus bertugas di rumah, bukan di luar.
Alasan yang terakhir, kemungkinan munculnya pertengkaran antara ibu dan ayah apabila ibu lebih sukses di dalam pekerjaan. Peristiwa ini tidak selalu terjadi, namun tidak menutup kemungkinan karena masih ada ayah yang tidak mampu menerima kenyataan seperti ini.
Cukup banyak cara yang bisa diambil untuk mengatasi fenomena tersebut. Misalnya, dibangunnya tempat penitipan anak di dekat tempat kerja, jika sang ibu memiliki anak yang masih kecil. Disewanya asisten rumah tangga untuk mengurus rumah dan merawat anak juga dapat dipilih, asal ibu tidak 100% berlepas tangan.
Sedangan solusi yang terkait langsung dengan perusahaan tempat ia bekerja adalah dikuranginya jam atau hari kerja bagi pekerja yang merupakan seorang ibu, sehingga ibu memiliki waktu untuk berada di rumah. Penambahan cuti melahirkan pun bisa dimasukkan. Dengan begitu, ibu dapat berkomunikasi dengan bayinya untuk beberapa bulan sehingga sang bayi mendapatkan cukup perhatian.
Meski terdapat banyak cara untuk menyelesaikan permasalahan ini, yang terpenting adalah dari diri ibu itu sendiri. Ia harus mampu memaksimalkan kemampuannya sebagai ibu rumah tangga jika sedang berada di rumah, karena ia memiliki tanggung jawab yang sama besarnya seperti tanggung jawabnya sebagai pekerja di perusahaannya. Ibu juga harus meningkatkan komunikasi dan kualitas kebersamaan maupun perhatian dengan keluarga, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Rasanya berdebat itu.. bagaimana, ya? Gemetaran gitu (>w<) Apalagi kami latihan kurang dari satu jam, kecuali moderator yang sejak seminggu sebelumnya udah dilatih. Pokoknya, terima kasih untuk pengalama debat yang seru itu :D
Nah, kesempatan kali ini, Miichan ingin berbagi teks diskusi yang akhirnya menjadi tugas terakhir kami setelah berdebat. Semoga teks ini bermanfaat dan membantu teman-teman dalam mempelajari teks diskusi, ya! (^^)
Pro dan Kontra
Ibu yang Bekerja di Luar Rumah
Saat ini, banyak ibu rumah tangga yang memutuskan untuk ikut mencari nafkah dengan berbagai alasan. Salah satu jalan mencari nafkahnya ialah dengan bekerja di luar rumah. Dengan begitu, Ibu akan menghabiskan lebih banyak waktu di luar rumah untuk melaksanakan pekerjaannya. Contoh profesi yang mengharuskan ibu bekerja di luar rumah, antara lain guru di sekolah, dosen, pegawai negeri sipil, serta dokter.Sebagian orang mendukung fenomena ini, tetapi sebagian lainnya menolak. Sebab itulah, peristiwa ibu yang bekerja di luar rumah acap kali menuai perdebatan.
Masyarakat yang mendukung ibu untuk bekerja di luar rumah memiliki berbagai alasan. Salah satunya karena ibu yang bekerja di luar rumah dapat menambah penghasilan, sehingga meringankan beban ayah. Terlebih lagi jika situasi memaksa, seperti ibu yang merupakan single parent, juga bila ayah tak bekerja atau sakit-sakitan. Bisa pula dikarenakan oleh kondisi penghasilan ayah yang tidak mencukupi. Selain itu, banyak pendapat mengatakan apabila ibu bekerja meski ayah pun bekerja, ibu menjadi lebih pengertian karena mengetahui sulitnya mencari nafkah.
Di samping itu, seandainya ibu berpendidikan tinggi, sungguh disayangkan jika ilmunya tidak diterapkan. Salah satunya dengan bekerja di luar rumah. Ini semakin didukung dengan tak adanya larangan hukum maupun agama yang secara jelas menentang ibu untuk bekerja, ditambah pula dengan maraknya persamaan gender di masa ini.
Andai pun itu merupakan inisiatif ibu sendiri, tak masalah asalkan ia mampu menyeimbangkan kedua tugasnya, yaitu sebagai seorang ibu dan pekerja. Sang ayah pun harus rela dan memberi izin kepada ibu. Terkadang, ibu yang bekerja di luar rumah justru lebih mahir dalam memanajemen waktu bila ia mengerti benar akan tugas-tugasnya.
Namun, tidak demikian bagi masyarakat yang menolak. Mereka beralasan bahwa waktu yang dimiliki ibu untuk berkeluarga pasti berkurang akibat pekerjaan. Lebih lagi, ibu tersebut bisa dicap sebagai ibu yang buruk bila keluarga justru terlantar karena ibu tidak mampu mengatur waktu dengan baik. Rumah tangga pun menjadi tak terurus, ditambah anak yang dapat berperilaku bebas dan menjadi nakal karena kurang diperhatikan.
Memiliki asisten rumah tangga mungkin menjadi solusi, namun keberadaan asisten rumah tangga sebagai pengganti ibu di rumah tidak selalu berdampak baik. Sering ditemukan anak yang pada akhirnya menjadi lebih dekat dengan sang asisten dibanding dengan ibunya sendiri. Selain itu, sudah menjadi kebiasaan di Indonesia bahwa ibu harus bertugas di rumah, bukan di luar.
Alasan yang terakhir, kemungkinan munculnya pertengkaran antara ibu dan ayah apabila ibu lebih sukses di dalam pekerjaan. Peristiwa ini tidak selalu terjadi, namun tidak menutup kemungkinan karena masih ada ayah yang tidak mampu menerima kenyataan seperti ini.
Cukup banyak cara yang bisa diambil untuk mengatasi fenomena tersebut. Misalnya, dibangunnya tempat penitipan anak di dekat tempat kerja, jika sang ibu memiliki anak yang masih kecil. Disewanya asisten rumah tangga untuk mengurus rumah dan merawat anak juga dapat dipilih, asal ibu tidak 100% berlepas tangan.
Sedangan solusi yang terkait langsung dengan perusahaan tempat ia bekerja adalah dikuranginya jam atau hari kerja bagi pekerja yang merupakan seorang ibu, sehingga ibu memiliki waktu untuk berada di rumah. Penambahan cuti melahirkan pun bisa dimasukkan. Dengan begitu, ibu dapat berkomunikasi dengan bayinya untuk beberapa bulan sehingga sang bayi mendapatkan cukup perhatian.
Meski terdapat banyak cara untuk menyelesaikan permasalahan ini, yang terpenting adalah dari diri ibu itu sendiri. Ia harus mampu memaksimalkan kemampuannya sebagai ibu rumah tangga jika sedang berada di rumah, karena ia memiliki tanggung jawab yang sama besarnya seperti tanggung jawabnya sebagai pekerja di perusahaannya. Ibu juga harus meningkatkan komunikasi dan kualitas kebersamaan maupun perhatian dengan keluarga, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Disusun oleh:
Angga Arjuna Wibowo
Annisa Azzuhra
Annisa Isma Shafira
Annisa Nadila Badrani
Aqsal Mulia Hrp.
Fatkhi Rasyad Mahasin
Fauzan Rian Wheeler
Isra Nur Quraini
Naufal Fadhiil Muhammad
Rezkita Nuzul Ramadhani S.
Trisa Rahma Sari Hrp.
Zahra Annisa Fitri
Komentar
Posting Komentar