- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Nee, minasan, konbanwa ^^
Kesempatan kali ini, Miichan ingin share fanfiksi Miichan dari ship kesukaan Miichan >> RIVETRA, yaitu Rivaille dan Petra. Alasan lain Miichan menshare fanfiksi ini, karena ini adalah postingan ke-100, jadi harus diisi dengan yang spesial, yaitu ini! xD Sayang ship kesukaan Miichan ini harus berakhir karena, ya.. Miichan rasa kalau kalian penasaran, ada baiknya langsung baca manga SnK saja ^^
Memori sebelum kegelapan
“Karena saya tahu kekuatannya,”
Kesempatan kali ini, Miichan ingin share fanfiksi Miichan dari ship kesukaan Miichan >> RIVETRA, yaitu Rivaille dan Petra. Alasan lain Miichan menshare fanfiksi ini, karena ini adalah postingan ke-100, jadi harus diisi dengan yang spesial, yaitu ini! xD Sayang ship kesukaan Miichan ini harus berakhir karena, ya.. Miichan rasa kalau kalian penasaran, ada baiknya langsung baca manga SnK saja ^^
Oke, langsung saja. Oh ya, fanfiksi ini berjudul Arigatou atau dalam Bahasa Indonesia "Terima Kasih". Mungkin ada kesalahan judul, karena Petra itu bawahannya Levi, jadi harusnya Arigatou Gozaimasu biar lebih formal dan sopan. Hanya saja karena Miichan malas.. Maaf ya >.<
Check this out!
ARIGATOU
Terima kasih, Korporal, batinku berhasil memeluk sosok Korporal
dari belakang, beberapa saat sebelum aku akan bereinkarnasi menjadi bintang. /
Fanfiksiku yang ke ... mmm.. berapa ya? / RnR!
Title
Arigatou
Summary
Terima
kasih, Korporal, batinku berhasil memeluk sosok
Korporal dari belakang, beberapa saat sebelum aku akan bereinkarnasi menjadi
bintang. / Fanfiksiku yang ke ... mmm.. berapa ya? / RnR!
Cast
Petra
Rall
Rivaille
(Levi)
And
another chara
Rated
Fiction
T
Genre
Romance,
hurt, comfort, supranatural
Words
3,5K+
Warning
Typo(s)
(maybe)
Alur
kurang jelas dan feelnya kurang
kerasa
Tokoh
OOC
Fanfiksi
abal banget!!!
A/N
Inspirasi
dari lagu AKB48 – Arigatou, SNSD – All My Love is For you, SNSD – Complete
2
Hari Ekspedisi 57~
.
.
Kukerjapkan
ke dua mataku sesaat, sebagai bentuk rileksasi tubuh yang masih letih akibat
ekspedisi 57 kemarin. Ekspedisi besar-besaran yang tak dapat disebut sukses
total, mungkin? Tapi semuanya telah berusaha semaksimal mungkin, jadi tidak
dapat berbuat apa-apa lagi.
Komandan
Erwin Smith memberikan 2 hari bebas selepas ekspedisi itu, dan akan kugunakan
secara maksimal. Inilah waktu untuk melepaskan diri dari beban apapun itu. Dari
tekanan, baik fisik maupun mental, ketika harus berhadapan dengan raksasa
pemakan manusia itu.
Oke,
lupakan semua celotehanku tadi. Entah ini dapat dikatakan aneh atau tidak,
kemarin kegelapan terasa lekas menutupi seluruh pandanganku tepat tubuh Eld
terlihat ... Ah, sudahlah. Halusinasiku yang konyol saja. Buktinya saat ini,
aku tersadar bahwa aku masih ada di kamar. Masih hidup, masih dapat melihat
seisi kamar, dan dapat berceloteh panjang lebar seperti tadi. Aku masih ada di
sini, dan aku yakin seluruh teman sepasukanku juga ada. Ini masih nyata.
Kitto1..
Kerjapan
ke dua mata kembali kulakukan sembari menarik nafas dalam, lalu melepaskannya
dengan perlahan. Otakku kembali berputar, mencoba mengingat kejadian dua hari
terakhir ini. Sama sekali tak ada yang menghiraukanku. Tak ada yang
menggangguku, bahkan dengan ketukan pintu. Saat aku berada di ruang makan,
juga, tidak ada yang acuh. Seolah semuanya begitu depresi dan stress akibat
ekspedisi kemarin sehingga bertingkah laku seperti ini. Mereka masih beraura
suram di mataku.
Warna
jingga kemerahan dari luar kaca jendela sedikit tertangkap oleh ekor mataku.
Ini menarik perhatian dan membuatku sadar akan gorden jendela yang hampir
menutupi keseluruhan kaca. Lekas aku duduk dan berdiri, berjalan ke arah
jendela di sebelah kanan tempat tidurku itu. Kemudian menyibakkan gorden
abu-abu polos dengan cepat. Membiarkan sirat jingga tersebut masuk dan memenuhi
kamarku.
Yuuhi no kagayaki2..
.
.
Membuatku
terbangun cepat
Matahari
senja
Senyum
lega kukulum
Tanpa
tahu alasannya
.
.
Satu yang aku tahu. Untuk melihat
kilauan cahaya jingga ini, adalah salah satu alasan Tuhan membiarkanku ada di
sini.. batinku berbisik sambil menatap sinar jingga ini.
Hangat.
Aku
berjalan menjauhi kamar, tepatnya ke arah pintu dan menarik gagangnya. Ketika
pintu telah terbuka, aku melongok ke kanan dan ke kiri. Lagi-lagi. Koridor terasa
sepi. Ke manakah orang-orang? Keberadaan rekan-rekan yang berkamar di sebelahku
ini pun tak dapat aku sadari. Ya, mereka. Gunther Schultz, Eld Jinn, dan Oluo Bozado.
Apa mereka begitu lelah? Sampai aku belum melihat wajah mereka setelah
ekspedisi itu.
“Gunther
.. Eld .. Oluo ..” desisku pelan sambil membuang tatapanku ke arah yang
berlawanan dari kamar mereka. “.. Ah,” manik mataku seperti menangkap sosok
yang tengah berjalan di koridor, yang tak lama lagi akan lewat di hadapanku.
Dengan sifatnya yang eksentrik dan wajah yang selalu ceria. Tidak ada yang
tidak mengenalnya di Scout Legion.
“Selamat
sore, Mayor Hange Zoe,” sapaku. Aku melakukan solute sembari membiarkan ia berjalan tanpa menghiraukanku. Setelah
beberapa detik, aku menegakkan tubuhku dan merasa aneh. Kondisi orang-orang di
sekitarku ini benar-benar sudah lebih dari kata ‘janggal’.
Bahkan Mayor Hange Zoe yang masih
tetap di karakternya pun tidak menghiraukanku ..
Aku
sedikit terpaku melihat sosok wanita dengan tinggi 181 cm itu dari belakang. Ia
berjalan seperti biasanya. Riang tanpa beban, seolah hari esok yang ceria telah
menunggunya.
Iya, itu karakternya yang biasa,
tidak ada yang berubah ..
Mayor
Hange Zoe jauh berbeda dengan orang-orang yang aku temui di ruang makan
akhir-akhir ini. Mungkin mereka masih terbebani dengan trauma dari ekspedisi
ke-57 sehingga tidak peduli keadaan sekitar. Tapi aura dan kondisi Mayor sama
sekali seperti biasa, jadi beralasan apa?
Telinga
kananku menangkap suara langkah kaki lagi. Aku berhenti melamun dan lekas
menoleh ke arah langkah kaki itu. Kali ini berlawanan dengan arah dari mana
Mayor Hange Zoe datang.
“Ah, selamat sore, Mayor Hange
Zoe,”
“Selamat sore, Eren! Hei! Mau
dengar eksperimenku lagi? Aku punya kesimpulan baru dari eksperimen yang baru aku
teliti!”
“Mmm.. Soal itu.. S-Saya rasa
dalam waktu dekat ini aku belum bisa, Mayor. Saya mohon maaf,”
“Ah, kalau begitu tak apa. Sampai
nanti!”
“Sampai nanti, Mayor Hange Zoe,”
Nani o ... ?3
Aku
sedikit heran dengan percakapan yang baru saja ditangkap oleh telingaku. Bahkan
alisku sampai aku berkerut. Mayor Hange Zoe masih seperti biasanya, aku sudah
yakin dengan fakta itu. Ia tidak berubah. Ia masih peduli dengan keadaan
sekitar, bahkan sifat eksentriknya yang biasa masih ada. Tapi, kenapa hanya
denganku ... ?
“Ah,
Eren!” seruku kepada lawan bciara Mayor Hange Zoe tadi. “Selamat sor-”
Lagi.
Dan lagi. Eren melewatiku seolah tidak tahu apa-apa dengan ekspresi tak
berdosa. Aku merasa sedikit aneh dan mencoba menahan eren dengan lembut. Tangan
kananku aku gunakan untuk menepuk pundak Eren, tapi ...
.
.
Yang
akan aku lihat
Apapun
masa depan itu
Pasti
aku buka
Dengan
ke dua tangan ini
.
.
U-Uso .. !4
Aku
menghentikan langkahku untuk mengejar Eren. Ini sia-sia, lebih dari sia-sia.
Tidak ada gunanya aku lakukan. Karena aku sadar hal itu, aku tidak akan
melanjutkannya. Bahwa .. tanganku meleset. Aku yakin tanganku berada di
tempatnya. Tanganku sudah berada di pundaknya, menepuknya dengan lembut, tapi
.. sama sekali tidak menyentuh raganya.
Aku
mengayun-ayunkan tanganku di udara. Kerutan di dahiku tanpa sengaja kembali aku
buat.
Ini masih terasa seperti nyata.
Aku
berlari di koridor menuju ruang makan. Tampaknya hanya ada para kadet di sana.
Aku mencoba menyapa satu persatu yang ada. Mikasa Ackerman, Armin Arlert, Jean
Kirstein, Connie Springer, Sasha Blouse, Christa Lenz, Ymir, Bertoolt Hoover..
Semua! Semua yang ada di sana! Akan aku pastikan!
“Hei,”
Tapi
ini nihil.
Aku
tidak mendapat satu respon pun dari mereka.
Yang
dapat aku lihat dan mengerti hanya..
Pundak
mereka aku tepuk dengan tanganku yang telah menjadi transparan.
.
.
Seketika
semuanya menyergapku
Memori sebelum kegelapan
Berputar-putar
dengan cepat
Di
dalam otakku
.
.
Padahal
aku telah banyak berkorban
Telah
memberi semuanya
Dengan
aliran peluh di pelipisku
Sampai
nafas terakhirku
.
.
Aku
hanya bertatapan nanar. Menatap sekelilingku dengan tatapan tidak percaya. Kenapa harus takdir ini yang aku terima?
Apa
memang seperti ini kenyataannya? Bahwa aku dan mereka semua, ada dalam dimensi
yang berbeda.. Apakah memang dan harus seperti itu kenyataannya? Siapapun itu!
Aku mohon, jawab aku!
Aku
berjalan pelan menuju pintu keluar masuk ruang makan. Menatap mereka semua,
dengan tatapan yang tidak berbalas. Aku memaksakan sunggingan senyum yang
seperti terpaksa. Sudahlah, lagipula tidak akan ada yang menyadari senyuman
ini.
“Aku..”
aku tidak dapat menahan gerlingan mataku yang membuang tatapan ke bawah.
Bibirku aku kulum dengan sendirinya. “..terima kasih..,” bisikku pelan. Dengan
tetes air mata yang mulai mengalir dari ekor mata sampai dagu, melalui pipiku.
Saat aku menyadari bahwa aku seharusnya sudah tidak ada di sini. Saat semua
memori itu sudah berhasil aku ingat lagi. Semua memori itu. Aku berada di
dimensi yang berbeda. Meski aku tidak tahu, alasan apa yang menahanku di sini. “..dari hatiku yang paling dalam,”
Aku
mengakhiri kalimatku sembari mengerjapkan mataku yang mengalirkan air mata ini
terus menerus.
Tidak.
Hentikan.
Aku
menegakkan pandanganku.
“Berjanjilah
padaku, meski terpisah jauh..” aku menggantung ucapanku lagi. Tubuhku terasa
lemas. Melihat mereka yang masih nyata seperti itu, membuat hatiku sakit. Bukan
aku ingin mereka mati juga seperti aku dan bersamaku di dimensi ini. Tidak, aku
bukanlah orang yang nista seperti itu. Tapi ini benar-benar membuatku harus
menahan rasa sakit dan perih menyadari kelamnya kenyataan ini.
Aku
mengerti.
“..ingatlah
aku,”
.
.
Yang
bisa aku lakukan
Sekarang
ini
Mungkin
Hanya
menatap dari sini
.
.
Hanya
dari sini
Karena
Aku
pun tidak tahu
Kenapa
Tuhan belum mengizinkanku untuk kembali ke Sana
.
.
Aku
berjalan menaiki tangga. Di tengah malam, sendirian. Bukannya aku takut dengan
adanya lelaki mesum di malam hari–tidak, jangan bercanda lagi. Ini terlalu
menyakitkan. Aku benar-benar tidak tahu harus pergi ke mana. Aku harusnya ada
di dimensi yang lain, tapi masih tertahan di sini. Atas alasan apa Tuhan
menakdirkan ini? Aku tidak tahu, dan seharusnya aku tidak pantas bertanya hal
rahasia seperti itu. Dan seharusnya sekarang, aku tetapkan apa yang akan aku
tuju selama masih di sini.
Mada..5
Horison
langit itu.. Bintang-bintang yang bertebaran itu.. Aku menatap mereka
lekat-lekat.
Luas sekali ..
.
.
Orang-orang
berkata
Jiwa
yang terlepas dari raganya
Di
langit, di atas sana
Akan
bergabung dengan kerlipan bintang
.
.
Ah,
apakah prajurit yang telah tiada sepertiku telah sampai di sana? Ah, bukan
hanya prajurit. Apakah semua orang yang telah meninggalkan dimensi mereka pada
awalnya telah sampai di sana? Dan manakah bintang mereka? Manakah bintang Eld
dan Gunther?
Air
mataku kembali mengalir, meskipun aku mencoba menahan kelenjar air mataku untuk
berhenti mengeluarkan air mata.
Untuk
sesaat..
Apakah ... ?
Iris
mataku sedikit membesar menyadari akan sesuatu. Fakta yang aku harapkan adalah
sebuah kebenaran.
Apakah seseorang yang berteriak
sebelum aku pergi, masih ada?
Aku
menaiki tangga dengan lebih cepat. Kemudian berlari di koridor yang sepi ini
kembali ke arah deretan kamarku. Dengan sedikit terengah-engah, aku sampai di
depan pintu kayu cokelat kamar seseorang. Aku menarik nafasku dalam, kemudian
melihat nama yang tertera di depan pintu itu.
Oluo
Bozado ...
Apakah dia masih hidup?
“Oluo!
Oluo! Buka pintunya!” seruku sambil memukul-mukul pintu kayu itu.
Izinkan, Tuhan. Izinkan dia masih
hidup.
Aku
benar-benar di luar batas kendaliku, setelah menyadari fakta apa yang ada
sebenarnya. Aku terus menggedor-gedor pintu tanpa ada balasan apapun.
“Oluo!”
Meski
orang-orang hanya melihat bahwa pintu ini bergerak-gerak sendiri tanpa ada
pemicunya.
“OLUO!!!”
“Oi! Levi, kau mau ke mana!”
Refleks
tanganku berhenti menggedor-gedor pintu. Aku membuka mataku yang sempat aku
pejamkan sambil berteriak. Terdengar langkah kaki di telinga kananku.
Mayor Hange Zoe?
Tidak,
ini bukan hanya langkah kaki satu orang. Ini..
“Oii!! Levi!!”
“Diamlah kau, mata empat!”
Aku
menoleh ke arah dua orang yang memecah keheningan ini, dan membuat suasana di
koridor menjadi ramai. Manik mataku sudah maklum saat melihat yang satunya,
tapi ...
Mayor Hange Zoe?
Korporal ... Levi?
“A..”
Mulutku
sudah membuka, tapi tidak ada sedikit pun suara yang bisa aku keluarkan.
Seperti kata orang-orang, seseorang yang terlalu stress bisa kehilangan
suaranya. Ya, itu aku. Aku menatap ke duanya dengan tatapan sedih, sekaligus
memaksakan senyumku. Aku.. benar-benar masih ingin berada di antara mereka. Aku..
benar-benar masih ingin untuk dapat bercengkarama satu sama lain dengan mereka,
dengan prajurit yang lain. Air bening kembali mengalir tanpa bisa aku tahan
lagi dari ekor ke dua mataku.
Padahal aku tidak ingin menangis
lagi, tapi ...
Ini sangat memukulku ...
“Mayor
... Hange ... Korporal ... Levi,” isakku terbata dengan suara yang serak dan pelan.
Miris. Aku benar-benar masih ingin nyata seperti mereka. Tapi, apa yang bisa
aku lakukan jika sudah menerima catatan takdir dari Tuhan seperti ini? Apa?
“Oii!!
Kau mau ke mana, hei!” Mayor Hange Zoe menarik pundak Korporal Levi dengan
tangan kirinya, dan membuat Korporal Levi berhenti melangkah. Mereka berdua
tepat satu setengah meter di hadapanku. Posisi yang tepat sekali untuk
membandingkan tinggi mereka berdua. Air mataku seperti mengalir lebih banyak
dan terus bertambah banyak. Aku rasa, mungkin lebih banyak daripada saat aku
terakhir kali menangis di pemakaman Ibuku.
“Oi!
Levi, kau mau ke mana bawa bunga segala! Mau melamar Eren, hah?”
Aku
sedikit tersenyum tipis mendengar ucapan Mayor Hange di sela tangisku. Mayor
Hange yang selalu ceria.. Yang dulu sering membantuku saat aku masih menjadi
kadet. Semuanya hanya dengan kata
‘dulu’...
Aku
mengerjapkan mataku untuk memperjelas penglihatanku. Saat aku membuka mataku,
tepat pada saat Korporal Levi menarik kerah baju yang dikenakan Mayor Hange
dengan tatapan datarnya. Aku terkikik pelan meski masih ada aliran air mata
kecil dari mataku. Aku sudah sering melihat ini, jadi aku tidak khawatir
lagi–meskipun pada saat pertama kali melihatnya, aku pikir Mayor Hange akan
tewas seketika.
“Diam
kau, mata empat! Aku sedang tidak ingin bercanda!”
Manik
mata Korporal Levi membuatku berhenti terkikik dan sedikit bergidik ketakutan,
akan tetapi aku tetap diam menatap mereka berdua. Sesaat kemudian, dapat
terlihat bahwa Korporal Levi berjalan ke arah kanan berlawanan dengan Mayor
Hange. Mereka saling berucap sesaat setelah Korporal Levi menarik kerah baju
Mayor Hange, akan tetapi aku tidak mendengarnya karena tengah berupaya menghentikan
tangisku yang masih mengalir.
Jadi ... ?
Dengan
sedikit ragu, aku melangkah mengikuti Korporal Levi.
.
.
Karena
tiap kali berada di dekatnya
Aku
merasa lebih baik
Seburuk
apapun kondisiku
.
.
Korporal
Levi berjalan keluar dari markas. Sendirian dalam dimensinya. Kecuali jika aku
yang berbeda dimensi ini dapat dihitung, tapi seperti yang kau tahu, seseorang
yang masih nyata seperti Korporal tentu saja tidak akan dapat menyadarinya. Sudahlah,
aku merasa sudah cukup kebal dengan kenyataan itu, jadi aku tidak akan menangis
lagi.
Aku
masih mengikuti kemana Korporal Levi melangkah, sampai aku menyadari bahwa kami
berjalan di jalan setapak. Hanya kakinya yang melangkah, yang menjadi sumber
suara di jalanan yang sepi ini. Korporal Levi sudah dapat dipastikan tidak akan
banyak bicara, dan aku juga hanya dapat mengatup mulutku. Seberapa banyak pun
aku bicara kepada Korporal, hanya akan terasa seperti hembusan angin kecil
baginya.
Setsunaku naru mo..6
Cukup
lama aku berjalan dengan pandangan ke depan–sosok Korporal Levi dari belakang.
Aku tidak pernah bosan melihatnya. Hal ini berlangsung sejak ekspedisi
pertamaku yang memaksaku melihat sosok belakang Korporal di atas kuda. Ada satu
hal yang membuatku tidak bosan, meski aku tidak tahu apa itu. Yang dapat aku
ketahui, bahwa hal itu adalah sesuatu yang membuatku nyaman untuk menatapnya
terus menerus.
Korporal
masuk ke sebuah area kecil, dengan aku yang masih mengekor dari belakang.
Dengan beberapa susunan tidak begitu rapi dari batu-batu yang diletakkan di
atas tanah. Aku tahu ini tempat apa. Dan aku tahu bahwa mau tidak mau aku harus
tahu dan rela untuk menerima hal ini. Ini adalah pemakaman.
Terakhir
aku ke area pemakaman–meskipun bukan yang ini, adalah pada saat pemakaman Ibu.
Bukan berarti aku tidak pernah ke pemakaman para prajurit, hanya saja aku
terlalu trauma dengan hal ini. Dan sekarang ini, aku harus melawan traumaku
demi kegiatanku membuntuti Korporal Levi.
Korporal
berjalan dan berhenti di depan sebuah nisan. Aku sedikit bergeser ke samping
untuk melihat nama yang terukit di atas batu itu.
Gunther Schultz
Di
sebelahnya, terdapat milik Eld dan Oluo. Ya, hanya itu saja. Tidak ada nisan
yang bertuliskan Petra Rall.
Aku
hanya bisa terdiam menyadari tidak ada nisan untukku. Sebenarnya ini sedikit
memberikanku harapan bahwa sebenarnya aku
masih ada di dimensi ini, hanya saja orang-orang terlalu iseng untuk
berpura-pura tidak menyadari adanya aku. Tapi aku rasa para prajurit
bukanlah anak-anak yang akan bersikap sekonyol itu. Jadi yang aku simpulkan
sekarang adalah aku tidak memiliki nisan
karena suatu hal, yang bisa juga menjadi alasan aku tertahan di dimensi ini.
Alasan
itu sendiri aku tidak tahu, tapi Korporal tampak duduk berjongkok untuk
menjejerkan bunga-bunga di dekat nisan-nisan itu.
“Gunther,”
Korporal meletakkan satu bunga di sana.
“Eld,”
Satu bunga ikut diletakkan lagi di depan nisan Eld.
“Oluo,”
Satu bunga lagi juga ikut diletakkan di depan nisan Oluo.
“Petra,”
Aku
terdiam sejenak. Aku tidak dapat bergerak secara tiba-tiba. Aku ingin sekali
mengambil bunga itu dan segera berkata, “Jangan khawatir, Korporal. Berikan
saja langsung padaku. Terima kasih banyak, Korporal!”
Aku
ingin sekali..
Tapi,
di manakah Korporal akan meletakkan bunga untukku itu sekarang?
Tidak,
tidak diletakkan di mana-mana. Mungkin kata-kata yang lebih tepat adalah ‘tidak dapat diletakkan di mana-mana’ Korporal masih menggenggam bunga itu.
Mungkin karena belum menemukan tempat di mana bunga itu bisa diletakkan dengan
baik.
Lagi
dan lagi, aku tidak dapat menahan emosiku. Air bening kembali mengalir untuk ke
sekian kalinya dalam hari ini. Aku merasa tersentuh melihat adanya bunga yang
disediakan untukku.
“Korporal..”
Tidak,
meskipun semua yang aku ucapkan akan sia-sia, tidak apa. Aku tidak dapat lagi
menahan semua ini di dalam benakku. Sembari membiarkan air mataku kembali
mengalir deras.
“..aku..” lirihku lagi dengan pelan, dengan
dadaku yang terasa sangat sesak. Aku menarik nafas dengan sedikit kesulitan,
kemudian melengkapi kalimatku. “... terima kasih,” Senyuman lega aku
sunggingkan secara tulus, meskipun sirat rasa perih dapat aku pastikan terlihat
jelas di iris mataku.
“Bahkan
sampai hari ini, Korporal masih mengingat saya dan mau menyia-nyiakan waktu
berharga Korporal untuk menyediakan bunga bagi saya,” lanjutku tercekat. Ini
baru dua hari, tapi aku tidak berpikir Korporal akan masih mengingatnya.
Ah,
aku tahu aku sangat bodoh. Lebih bodoh dari apapun.. Seperti yang sudah aku
katakan, Korporal tidak akan bisa melihat dan mendengarkanku, lebih lagi untuk
menyahuti semua yang akan aku ucapkan nanti. Tapi, selagi masih ada kesempatan
yang diberikan untuk aku berbicara, aku ingin mengungkapkan semuanya kepada
Korporal. Sebelum waktuku habis dan kembali ke Sana.
Aku rasa aku sudah tahu kenapa
Tuhan membiarkanku tertahan di sini..
Aku
memainkan jari tanganku dengan tatapan mata yang tidak beraturan. Terkadang aku
melihat ke bawah, terkadang aku memandang sosok belakang Korporal, terkadang
pula aku mendongak untuk melihat rasi bintang malam ini.
“Sebenarnya..”
Karena ada sesuatu yang masih
harus aku lakukan..
“..saya
masih ingin bisa melakukan hal yang lebih untuk mengutarakan rasa terima kasih
ini kepada Korporal,”
Aku
menghela nafasku sambil tersenyum sedih, lagi.
“Dan
sebenarnya..”
Lidahku
terasa kelu mengucapkannya. Mulutku menjadi sedikit kaku. Kata-kata ini
benar-benar menyakitku dan membuat kalimatku menjadi tercekat, tapi aku ingin
mengutarakan hal ini. Meski tidak akan didengar, aku mohon, biarkan kata-kata
ini keluar..
“..saya
masih ingin berada di dunia ini,”
Air
mataku kembali mengalir deras saat bibirku akan berucap lagi. Aku tahu, pasti
mataku sudah merah dan bengkak. “Tapi saya sudah tidak bisa, Korporal. Maafkan saya,”
“Saya
sudah begitu banyak merepotkan dan merisaukan Korporal. Saya juga terlalu
banyak bersikap nekat tanpa dasar kebijaksanaan apapun. Saya tidak begitu
banyak berjasa, bahkan sampai saya di bawah pimpinan Korporal. Karena saya
hanya bisa seperti ini, jadi..”
Nada
suaraku semakin rendah. Terlalu banyak yang mengalir sampai beberapa tetes
jatuh ke tanah. Aku mencoba menstabilkan intonasi suaraku lagi, sembari mencoba
mengurangi isakan tangisku yang semakin menjadi-jadi. Korporal Levi tampak
masih duduk bertumpu pada lututnya, meski aku tidak tahu apa yang ada di
pikirannya sekarang. Mungkin di dalam hati ia mengumpat-umpatku karena aku yang
semasa hidupku benar-benar mengganggunya.
“..sungguh,
saya..”
Aku
menarik nafasku perlahan sehingga intonasiku benar-benar stabil untuk berucap
kata-kata ini.
“..terima
kasih, Korporal,”
Aku
menyeka air mataku sejenak, kemudian melanjutkan lagi, “Satu-satunya alasan
saya bisa bertahan sampai saat terakhir saya..” Kali ini aku bisa
menyunggingkan senyumanku seperti biasa dengan tulus, tanpa harus terpaksa dan
tanpa ada sirat cahaya kesedihan. “..hanyalah karena Korporal yang membuat saya
kuat,”
.
.
Di
mana pun dan kapanpun
Dirimu
Pancaranmu
tetap sampai padaku
Sebagai
kekuatanku
.
.
“Sejak
pertama kali saya bertemu Korporal, saya tahu bahwa Korporal tidak akan
tersenyum dengan mudahnya. Tapi saya dapat melihat senyum yang ada di balik
sosok Korporal. Sejak itulah, saya percaya akan adanya keajaiban. Dan saya
telah bertekad untuk selamanya..” lirihku lagi dengan intonasi yang sedikit
terganggu akibat tangisku yang belum reda seutuhnya. “..untuk mengabdi kepada
Korporal dan seluruh umat manusia,”
“Karena saya tahu kekuatannya,”
Aku
menarik nafasku dan berjalan selangkah lebih dekat lagi kepada Korporal. Sampai
aroma Korporal yang biasa dapat aku rasakan, dan dapat membuat hatiku menjadi
sakit lagi.
Hentikan.
“Korporal,
meski masa depan itu masih jauh..” jari telunjuk tangan kananku menari-nari di
udara, seolah-olah seperti orang bodoh jika aku yang melakukannya. “..meskipun
saya juga telah berubah seiring waktu dari pertama kali Korporal bertemu dengan
saya. Tapi, saya tidak pernah ingin untuk hanya bermimpi saja. Saya tidak
pernah ingin melepaskan rasa abdi saya pada Korporal,”
Ukiran
senyum tulusku kembali aku sunggingkan, meski lebih tipis dari sebelumnya.
Tidak,
aku tahu meski tipis, senyuman ini lebih tulus dari sebelumnya.
“Saya
hanya berharap berada di jalan yang sama dengan Korporal,” bisikku ragu dengan
pelan. “Meski tidak mungkin, meski tidak terjadi, meski tidak ditakdirkan
seperti itu. Hanya itu yang saya ingin,”
Aku
sedikit tersentak dan kaget sekaligus malu setelah mengucapkan hal itu, seolah
aku lupa bahwa Korporal tidak akan mendengarnya. Aku tertawa getir dan
berekspresi seperti orang bodoh yang berharap-harap, lalu mundur ke tempatku
yang semula. Mencoba menjaga jarak dengan Korporal, karena aku tahu Korporal
tidak begitu suka dan hanya akan.. membuat hatiku menjadi sakit juga.. Aku
memukul kepalaku sendiri, mencoba menunjukkan senyumku yang seperti biasa. “Ahahaha, maafkan kekurangajaran saya, Korporal,” sesalku berpura-pura lugu.
Korporal
Levi terlihat berdiri dan berbalik dengan ekspresinya yang masih seperti biasa.
Ia seolah menatapku. Seolah menatap ragaku yang masih ada di dimensinya. Rasa
sakit semakin menjalari benakku menyadari kenyataan seseorang tidak akan
melihat makhluk dimensi lain.
“Korporal..”
Hentikan, Korporal, jangan
menatapku seperti itu. Ini semakin sakit.
Aku
tersentak dan mengerjapkan mataku, menyadari Korporal meraih tanganku – yang seharusnya tidak bisa diraih – dan
meletakkan bunga itu di tanganku.
“Korporal?”
Cukup, Korporal..
“Untuk
semuanya, terima kasih juga,”
Korporal
Levi meninggalkanku dengan cepat, bahkan sebelum rasa sakit sekaligus rona
merah ini muncul di ke dua pipiku. Saat aku sadari bahwa tubuhku semakin
transparan dan tidak mampu mengejar sumber kekuatanku itu. Aku mencoba berlari
ke arahnya dengan tubuh yang semakin transparan.
Tapi, aku semakin tidak ingin
pergi..
Aku
mencoba berlari dengan kakiku yang rasanya tidak mau berkompromi dengan
keinginan dan kebutuhanku itu.
Ittai.. Ittai!7
“Hontou ni..” rintihku pelan. Ada rasa
sakit saat tubuh ini akan menghilang. Aku terus berusaha untuk berlari ke arah
ke mana Korporal melangkah “.. arigatou!!8”
Terima kasih, Korporal,
batinku yang berhasil memeluk sosok Korporal dari belakang, beberapa saat
sebelum aku akan bereinkarnasi menjadi bintang.
.
.
Menyusul
teman-temanku yang lain
.
.
Arigatou
ne, Heichou
.
.
Even
separate by long road
If
you close your eyes, my heart will be there for you
Even
it’s feeling like there’re left to lose
If
you know all about me, all of my feeling is for you
Even
you’re walking in the dark
I’ll
be a shine star in the night sky just to help you
Because I always wanna to be your side
Because
you make my life complete
Someday
will come
When
we can meet again
Surely
OWARI
1Kitto
= Aku yakin
2Yuuhi no kagayaki
= Sinar matahari senja
3Nani o ... ? =
Apa yang ... ?
4U-Uso .. !
= B-Bohong .. !
5Mada
= Belum
6Setsunaku naru mo
= Akan menyakiti(ku) juga
7Ittai
= Sakit
8Hontou ni arigatou
= Terima kasih banyak
A/N
:
Karena
saya begitu galau membuatnya, saya tidak akan menulis panjang-panjang.
Semoga
fanfiksi ini dapat menghibur kalian semua!
Wanna to review? Arigatou!
Bagaimana? Oh ya, mungkin fontnya beda karena ini langsung Miichan copypaste dari Ms. Word di laptop Miichan tanpa diedit. Maaf ya. Dan Author Note di bawah juga harusnya nggak ada kan, karena sudah ada paragraf ini? Tapi maaf ya, Miichan begitu malas ._.
Jyaa mata ne~
TT^TT )bb lanjutkan miichan #Hiks..
BalasHapusHuaa, ternyata Shacchi mau baca juga fanfiksi yang panjangnya Naudzubillah ini, sampai nangis begitu :" *ikutnangis* Padahal Annokun aja nggak mau baca -_-
HapusMakasih udah komentar, datang lagi ya, Shacchi ^^)/
Shacchi lagi tertarik sma fanfic Miichan nih.. Kok aku liat fanfic yg SNK cmn 2? Aku menunggu FF SNK Miichan yg lain.. ^^)b
HapusCuma 1 malah, Cchi ._. Yang 1 lagi kan cuma minjem nama dari Om Hajime. Huaa, Miichan pengen bikin fanfic cuma masih banyak tugas T^T
HapusCuma 1 malah, Cchi ._. Yang 1 lagi kan cuma minjem nama dari Om Hajime. Huaa, Miichan pengen bikin fanfic cuma masih banyak tugas T^T
Hapus